Category: | Books |
Genre: | Comics & Graphic Novels |
Author: | Teguh Santosa |
Karya : Teguh Santosa
Penerbit : Pancar Kumala
Tebal : 13 jilid (672 halaman)
Tema : Roman Sejarah
Tahun terbit: 1978
“Kerikil-kerikil Tajam Pembuatan Mega Proyek Anyer Panarukan”
Pengantar :: Fakta sejarah (sebuah latar belakang)
1762-1818, adalah masa Herman Willem Deandels sebagai Gubernur Jendral Belanda di Hindia Belanda (Indonesia). Pada kurun waktu tersebutlah dibagun sebuah jalur utara pulau Jawa, sebuah jalan raya yang berawal di Anyer sampai Penarukan. Pembangunan jalan raya tersebut berlangsung hanya setahun saja (1808), dan sang gubernur jendral melakukannya dengan tangan besi. Tenaga kerjanya diambil dari rakyat jelata, dengan pola kerja paksa.
Dari sumber Inggris mengatakan bahwa selama kurun waktu setahun itu, selama masa pembangunan jalur jalan raya Anyer Panarukan, menelan korban jiwa sebanyak 12.000 orang, yang tercatat. Namun sebenarnya diyakini betul bahwa korban sesungguhnya melebihi catatan yang ada. Belum ada penyelidikan resmi untuk itu.
Napoleon, yang ketika itu menguasai Belanda, mengangkat marsekal Deandels menjadi Gubernur Jenderal di Hindia Belanda. Tujuan utamanya adalah untuk mengantisipasi serangan angkatan laut Inggris yang ketika itu telah melakukan pemblokadean Pulau Jawa. Deandels sampai di pulau Jawa (Anyer) pada tahun 1808, setelah melewati perjalanan panjangnya melaui Cadiz di Spanyol Selatan, Kepulauan Kanari, menggunakan kapal berbendera Amerika dari New York.
Proyek besar tersebut kemudian dikenal dengan sebutan Jalan Raya Pos (De Grote Postweg). Jalan raya yang terbentang dari Anyer (Batavia) sampai Panarukan (Jawa Timur), dengan panjang kurang lebih 1000 km.
Jalan Raya Pos (De Grote Postweg) adalah jalan raya terpanjang yang menghubungkan kota-kota berikut ini : Anyer-Serang-Tangerang-Jakarta-Bogor-Sukabumi-Cianjur-Bandung-Sumedang-Cirebon-Brebes-Tegal-Pemalang-Pekalongan-Kendal-Semarang-Demak-Kudus-Rembang-Tuban-Gresik-Surabaya- Sidoarjo-Pasuruan-Probolinggo-Panarukan.
Fakta lainnya adalah, sesungghnya sebagian jalur Jalan Raya Pos (De Grote Postweg ) yang dibangun oleh Daendels merupakan bagian dari jalan desa yang dirintis dan ditempuh pasukan Sultan Agung saat menyerang Batavia tahun 1628 dan 1630.
Bertutur dengan Referensi
Tak bisa dipungkiri lagi bahwasannya komikus satu ini, Teguh Santosa, tergolong sangat dekat hubungan karyanya dengan sejarah yang ada pada bangsanya. Meskipun sejarah yang dijadikan latar belakang tak jarang berupa kurun waktu, kejadian yang terjadinya bersamaan pada masa tertentu, bahkan tak jarang karyanya memang bersumber pada sejarah dan bahkan babad tanah Jawa.
Trilogi Sandora, Balada Kertalegawa, Majapahit Membara, Kraman Blambangan, Kudararangin Kudatilarsa, Tragedi Tabanan, dan tentunya masih bayak lagi judul-judul lainnya dari karya Teguh Santosa yang bersumber dari sejarah maupun Babad Tanah Jawa. Ini hanya sebagian contoh kecil dari kayanya yang bersumber pada kisah sejarah maupun babad tanah Jawa. Dan ini membuktikan betapa banyak sumber yang dijadikan acuan dalam menghasilkan karyanya. Meskipun kemudian kisahnya tak jarang diceritakan bahwasannya sejarah tak pernah bisa mencatatanya, dengan bragam alasan yang dibuat menjadi cukup nyaman dalam logika sebuah cerita fiksi.
Yang pasti, Teguh Santosa senentiasa berhasil membuat rangkaian kisah yang berbelit penuh intrik dan alur yang berliku penuh teka-teki. Dan semuanya hanya aka terjawab diakhir kisah. Tak sedikit juga komikus satu ini membutuhkan lebih dari satu judul untuk dapat menuntaskan alur kisahnya (bahkan ada yang sampai 10 judul dan masing-masing judul bisa mencapai lebih dari 5 jilid-diatas 300an halaman). Ketangguhan seperti ini hampir pasti dapat sejajar dengan sahabatnya, Jan Mintaraga, komikus yang juga masuk dalam jajaran jawara komik Indonesia pada masanya, bahkan sampai sekarang kita belum dapat menemukan komikus setangguh mereka.
Termasuk komik yang satu ini, Anyer Panarukan. Kisah yang bersumber pada kejadian nyata. Masa pembangunan “mega proyek” jalur lintas utara pulau Jawa, pada masa pemerinahan Gubernur Jendral Herman Willem Deandels, tahun 1808.
Kecerdasan dalam Membuat Ketokohan
Selain ciamik dalam meramu kisah, Teguh Santosa juga termasuk jeli dan pintar menentukan tokoh utamanya. Pada kisah Anyer Panarukan sebagai contah nyata dalam hal ini. Tokohnya dari dua sisi yang berbeda paham dengan titik permasalahan yang tak mungkin dipersatukan. Ditambah intrik ambisi pribadi akan kekuasaan, penghianatan, dan tentunya cinta antar dua insan berlawanan jenis.
Darul “Bule”, merupakan anak wanita pribumi dengan seorang perwira kompeni, perwira yang kemudian meninggalkan sang wanita, dan kejadian ini menjadikan dendam bagi sang anak di kemudian hari. Dendam yang menjelma menjadi semangat perjuangan bagi bangsanya, melawan para kompeni (penjajah). Berlandaskan semangat untuk mencari jejak sang ayah kandung. Dendam yang juga berdasarkan pada penuntutan balas terhadap terbunuhnya sang kekasih, Ling Ling, oleh Kapten Michiels. Darul “Bule” adalah sosok manusia berperawakan bule dengan jiwa pembelaan pada bangsa ibu yang melahirkannya, dengan semangat perjuangan yang begitu tinggi.
Kapten Michiels, seorang perwira muda dengan reputasi baik dimata Gubernur Jendral Deandels. Perwira yang dapat menggunakan segala cara untuk meraih simpati pemimpinnya. Seorang perwira yang juga licik dan picik.
Vallentine, perempuan muda cantik, kekasih Kapten Michiels, keponakan dari Garard Van Darell (wakil kepala Himpunan Pengedar Rempah-rempah di Eropa). Noni Belanda yang baru pertama kami datang ke kawasah Hindia Belanda (Jawa-Indonesia). Gadis cantik yang harus menjalani hidupnya di negeri orang dengan penuh siksaan batin dan raga.
Dari ketiga tokoh utama dengan latar belakang yang berbeda-beda inilah tercipta alur kisah yang rumit di masa pembangunan Jalan Raya Pos (De Grote Postweg), jalur lintas utara pulau Jawa. Dapat dibayangkan bagaimana cinta bertaut, dendam membuncah, serta ambisi mencari pelanpiasannya. Bahkan tersaji juga derita dan tekanan jiwa pada beberapa tokohnya.
Kisah ini menjadi semakin seru lantaran hadir tokoh-tokoh pendukung yang sangat kuat perannya dalam membangun kisah, bahkan sampai pada pembentukan sub alur sebagai penyempurna kekuatan alur utamanya.
Karakter tokohnyapun tak jarang sangat mengejutkan perannya. Kita akan disugukan bagaimana seorang mata-mata kepercayaan kemudian membelot, bahkan merapas semua yang dipercayakan kepadanya. Bukan hanya itu saja, perannya kemudian sangat membantu keterkoyakan ketokohan utama, sampai menyentuh pada titik keterpurukan psikologis.
Peran ini dihadirkan dalam sosok Udin, seorang pemimpin kelompok yang awalnnya dijadikan mata-mata oleh Kaptem Michiels untuk menyusup dan mencari informasi tentang keberadaan Valetine yang sedang menjadi tawanan oleh Darul “Bule”. Strategi penyusupan tersebut memiliki tujuan utama untuk menghancurkan dari dalam kelompok yang menjadikan hidup sang kapten berantakan. Namun tugas ini kemudian diterjemahkan dan dimanfaatkan untuk merampas Valentine, melarikannya, bahkan kemudian memperistrinya secara paksa. Sikap dan keputusan yang hadir secara tiba-tiba, diluar sekenario awalnya. Sikap dan keputusan dalam memanfaatkan keadaan yang dianggapnya menguntungkan dirinya sendiri.
Demikian juga Acil, adik Darul “Bule”. Seorang adik yang begitu mencintai kakaknya. Dengan segala daya upaya untuk dapat membebaskan saudaranya dari penjara di bawah kekuasaan Kapten Michiels. Satu tempat yang bisa menjadi neraka bahhkan liang kubur bagi saudara tercintanya. Kesetiaan yang ditunjukan dengan sungguh-sungguh meskipun harus mengorbankan dirinya sendiri. Dengan kecerdikan dan kepandaiannya dalam memahami keadaan, ketepatan langkah, sampai pada keputusan untuk menjadikan Valentine yang diketahuinya sebagai kekasih Kapten Michiels, sebagai Sandra dan sebagai jaminan untuk membebaskan Darul “Bule” dari penjara. Untuk dapat bersatu dan meneruskan perjuangan.
Bukan itu saja, dalam komik ini dihadirkan banyak tokoh dengan karakternya masing-masing. Karakter yang sama-sama memiliki kekuatan dan perannya dalam mengisi celah alur dan menyempurnakan kisah utama. Kehadiran ayah Darul, Van Daalen, Ki Amuk, dan banyak karakter lagi yang tidak hanya sekadar numpang lewat. Satu-sama lainnya masing-masing saling terkait untuk menyempurnakan kisah ini menuju titik akhir.
Memanfaatkan Lambang-lambang Perjuangan Bangsa
Selain lihai dalam meramu kisah, selain pintar dalam membangun karakter, selain jago dalam memilih tema, selain cerdas dalam memanfaatkan literatur kesejarahan, selain memang piawai ketika menarikan kuwas dalam menciptakan gambar-gambar indahnya untuk memenuhi semua panel di tiap lembarnya, Teguh Santosa juga cerdik dalam memanfaatkan lambang-lambang perjuangan untuk menyempurnakan kisah yang sedang dibangunnya.
Seperti dalam komik Balada Keratlegawa (The Godfather 1800) yang sekilas mengambil lambang semangat dan perjuangan Diponegoro, dalam komik inipun komius ini kembali melakukannya.
Kali ini dihadirkan semangat perjuangan penerus generasi pejuang dari pasukan Untung Surapati. Ini terlihat ketika kisah sampai pada lokasi Pasuruan. Di tempat itu perjuangan Darul “Bule” mendapat dukungan dari para penduduk yang pada kenyataanya adalah penerus perjuangan pahlawan Untung Surapati. Hal ini terlihat jelas ketika salah satu penduduk berujar pada Darul “Kami penerus perjuangan Untung Surapati, Darul! Telah lama kami mendambakan orang seperti kau!”
Kejadian seperti ini tidak berlangsung hanya sekali. Di bagian awal juga sempat terjadi perbincangan anatara Darul “Bule” dengan Ki Amuk, sang penolong, ketika dia pertama kali melarikan diri dari penjara kompeni.
Ki Amuk sempat berkata bahwa mereka, semua penduduk desa, dimana Darul diarawat, setelah pelariannya, merupakan garis keturunan sekelompok kecil, pasukan dibawah pimpinan perwira tamtama Mandureja dan Upasanta**1). Sekelompok pasukan yang sempat melakukan penyerbuan ke benteng “Hollandia”, meskipun langkah itu kemudian gagal. Namun mereka para keturunan pasukan tersebut masih memiliki semangat juang yang masih tingi seperti para leluhurnya.
Ramuan Kisah dalam Pola Aliran Kewajaran Logika
Kisah ini memang unik dan cerdas dalam penuturannya. Teguh Santosa berhasil membangun satu kisah yang berliku sampai pada lembar terakhir. Tiap lembarnya adalah misteri. Jawaban hanya ada dilembar berikutnya. Demikian seterusnya sampai halaman terakhir. Lebih dari itu adalah, tiap waktu merupakan sebuah kejutan. Kita sebagai pembaca mungkin saja bisa menebak kemungkinan kisahnya, tapi tidak akan pernah benar-benar tahu jawaban apa yang ada dilembar berikutnya.
Aliran kisahnya cepat, berliku dan penuh intrik. Masing-masing tokohnya berada dalam perkembangan karakter yang terjaga. Seperti sedang menjalankan perannya sendiri-sendiri tanpa rekayasa. Minimal itu yang dirasakan ketika mebaca komik ini.
Kisah yang dibuka ketika Garard Van Darell (wakil kepala Himpunan Pengedar Rempah-rempah di Eropa) bersama keponakannya, Valentine, mendarat di bandar Batavia pada tahun 1808.
Pada saat itu di pulau Jawa sedang dilakukan kerja paksa untuk pembuatan jalan dari Anyer ke Panarukan. Pekerjaan dibawah pengawasan Kapten Michiels.
Paman dan keponakan ini datang untuk menemui Kapten Michiels, kekasih Valentine. Namun kedatangannya bukan disambut sang kekasih, malahan hanya dijemput oleh seorang opsir suruhan dari Kapten Michiels.
Kedatangan dua orang penting tersebut rupaya telah diketahui dan dipelajari oleh para pejuang. Para pejuang ini ternyata berjuang tidak hanya mengandalkan tekad semata. Mereka juga menggunakan kemampuan berfikirnya untuk mengalahkan lawan. Sepertinya para pejuang ini telah mempelajari dan melakukan penyelidikan segala sesuatu yang berhubungan dengan Kapten Michiels, sebagai sasaran tembak terakhirnya.
Dengan pengetahuan tersebut, mereka oleh para pejuang, yang dipimpin oleh Acil. Kemudian melakukan pencegatan terhadap rombongan yang baru saja sampai di tanah Jawa. Tujuanya hanya satu, menjadikan Valetine sebagai sandra serta jaminan pertukaran dengan tawanan kompeni yang bernama Darul “Bule”, kakak Acil.
Dilain tempat, Darul “Bule” pada kondisi kritis, dalam siksaan Kapten Michiels, dibebaskan oleh orang tak dikenal (penolong ini nantinya akan muncul kembali di bagian akhir dengan alasan yang sangat manusiawi). Dalam kebebasan tersebut Darul sempat melakukan serangan pribadi kepada Kapten Michiels, namun peluru menghentikan tindakannya dan dia kemudian melarikan diri. Kebebasan ini tidak diketahui oleh Acil yang sudah terlanjur menyandera Valentine.
Dari sinilah kisah kemudian mengalir bak air bah. Mencari jalurnya sendiri-sendiri menuju muaranya masing-masing, menjalani takdirnya. Berbaur bersama perjuangan pembebasan rakyat dari ketertindasan kerja paksa pembuatan jalur utara pulau Jawa, Anyer Pananrukan.
Aliran kisahnya kemudian menciptakan sub bagian yang semakin rumit. Semakin membuat penasaran. Kisah yang terus berpindah sepanjang jalur pembangunan jalan tersebut. Banyak unsur yang terlibat. Baik pada sisi yang menentang penjajahan dengan segala caranya dan juga orang-orang yang memanfaatkan keberadaan kompeni untuk kepentingan dirinya sendiri, termasuk mereka-mereka yang tak punya urani pada bangsanya.
Jadi dapat dibayangkan, bagaimana serunya beragam kepentingan dengan plot utama perseteruan Darul “Bule” dengan Kapten Michiels, keberadaan Valentine, dan beragam kepentingan yang kadang hanya untuk diri sendiri, berbaur dalam kerasnya sistim kerja paksa untuk pembuatan Jalan Raya Pos (De Grote Postweg). Disempurnakan dengan goresan indah sang maestro komik, Teguh Santosa.
Hanya dengan membacanya kita dapat menikmati keindahan kisah ini. Dan komik ini sangat layak menjadi bahan bacaan yang masuk dalam dafar “wajib baca” bagi mereka yang suka membaca komik.
Tak Ada Gading Yang Tak Retak
Meskipun kepiawaian dan kecerdasa Teguh Santosa sudah tidak perlu diragukan lagi dalam tiap karyanya, namun tak dapat dipungkiri jika tiap manusia ada lemahnya. Demikian juga Teguh Santosa dalam hal ini.
Ada keterkejutan, bahkan sempat menghentikan waktu membaca, kemudian memaksa untuk membolak-balik kembali beberapa lembar halaman sebelumnya, ketika ditemukan kejanggalan kecil, bahkan sangat kecil, hanya ada dalam satu panel saja dari 1322 panel yang ada, dari 672 halaman. Yaitu pada halaman 369, panel 2.
Pada panel tersebut, Darul “Bule” sedang berbincang dengan lurah salah satu desa di pesisir pantai Jawa Tengah. Dari awal sosok lurah tersebut digambarkan sebagai seorang lelaki yang berkumis cukup tebal. Namun pada halaman ini, pak lurah tampil klimis, tanpa kumis. Ini jelas hanya kesalahan kecil saja. Kesalahan yang tak begitu layak diungkap. Namun mata kecilku tetap merasa terusik dengan panel tersbut. (Maaf jika kemudian ada diantara teman-teman yang menggap bahwa apa yang kulakukan ini hanya mencari-cari kesalahan belaka. Bukan itu intinya!)
Bagiku ini sama saja ketika sebuah sinetron atau film TV pendek yang tiba-tiba nongol mikrofon di bagian layer atas.
Ini hanya satu bukti bahwa, tak ada gading yang tak retak.
Atas segalanya, kuhaturkan banyak terimakasih.
Salam komik.
Salam damai
damuhbening
Catatan:
1). Pada tahun 1628, Sultan mengerahkan 2 bergodo (setingkat Brigade) angkatan lautnya untuk menyerang Batavia, yang dipimpin oleh Tumenggung Baureksa dan Tumenggung Sura Agul-agul, serta dibantu oleh Tumenggung Mandureja dan Tumenggung Upasanta. Penyerangan besar-besaran ini dilakukan setelah pasukan Mataram pimpinan Kyai Rangga (Tumenggung Tegal) gagal menguasai Banten pada April 1628. Tumenggung Baureksa membawa 50 perahu perang yang dilengkapi persediaan beras, padi, kelapa, gula dan pelbagai keperluan hidup sehari-hari. Namun, karena jarak dan waktu yang lama, serangan ini dapat digagalkan Belanda karena kalah persenjataan dan kekurangan pasokan logistik pasukan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar