Minggu, 09 September 2007

Raja Rampok Jadi Raja Sorga

Judul : Raja Rampok Jadi Raja Sorga
Katagori : Cerita Religi

Pengarang : Martana Yusa

Sampul : Ketut Rudita
Penerbit : Media Hindu

Ukuran : 15 cm X 21 cm
Tebal : 55 Halaman

Cerita di adaptasi dari “From Deth To Bird” oleh Pandit Rajmani Tiguanait Ph D.

Cetakan Pertama

Unik, begitu kesan yang timbul saat membaca lembar demi lembar halaman komik ini. Baik dari segi ilustrasi maupun cerita yang disajikan. Kelihatannya komik ini tidak mengikuti pakem apapun, eropa maupun manga. Dia mencari bentuknya sendiri. Meskipun sekali waktu ada juga yang terlihat karakter manga hadir, tapi sangat kecil sekali prosentasenya karena hanya hadir dalam satu dua panel saja. Sepertinya komik ini dapat digolongkan kedalam Novel Grafis. Ini terbukti banyak sekali panel-panel menyajikan ilustrasi yang sangat artistik.


Ciri khas komik Indonesia klasik juga sering terlihat dalam penyajiannya. Blok-blok narasi sering hadir menghiasi panel. Dilain sisi ciri komik modern yang cenderung tanpa narasi juga ditampilkan dihampir sebagian besar panel-panel ceritanya. Kalau dilihat dari dua segi ini proporsinya sebanding.

Yang membuat komik ini menjadi berbeda (unik) karena pada salah satu penelnya disertakan photo realistik sebuah candi ternama, tanpa olahan grafis, hadir apa adanya. Bukan itu saja, pada panel lainnya disajikan juga “facade” suatu candi sebagai latar belakang. Konsep ini belum pernah ada pada komik-komik lainnya.


Komik ini juga menjadi semakin berbeda karena, pada akhir halaman disertakan juga cerita singkat (cerpen) sebanyak 3 halaman. Dalam cerpen itu dikisahkan secara singkat alur cerita utama dari kisah komik itu sendiri, yang berjudul sama dengan komiknya “Raja Rampok Jadi Raja Sorga”.

Namunbegitu komik ini masih memiliki kelemahan yaitu, pada penyertaan balon kata dan pemilihan ukuran huruf dirasa sangat mengganggu. Karena ukurannya kadang tidak proporsional. Asumsi yang terasa adalah, kemungkinan balon kata sudah dipersiapkan bersamaan dengan pembuatan ilustrasinya. Sehingga pada waktu mengisi diaolog atau narasinya, kadang ukuran dari balon kata itu berlebihan, karena kadang isi dari dialognya sangat singkat sementara balon katanya cukup besar. Hasil yang kemudian terlihat adalah ukuran huruf-huruf yang ada pada balon kata itu disesuaikan besarnya, dengan demikian hurufnya menjadi terlalu besar.

“Mereka memanggilku ASUBA KARMA...

Aku adalah raja Rampok...

Matahari, Bulan dan Bintang

Mengabarkan kemenangan atas setiap desa yang kutaklukan

Ke seluruh penjuru semesta...

Aku bersama pasukannku

Tidak akan pernah kalah...

Bahkan, dalam mimpi terburukku

Aku tidak melihat kekalahan”

Kesombongan seorang raja rampok sebagai pembuka panel awal, satu halaman penuh. Disertai dengan ilustrasi setengan dari wajah sang Asuba Karma. Panel-panel berikutnya langsung menyajikan bagaimana sepak terjang sang Raja Rampok.


Rupanya kisah ini tidak berpusat pada kejayaan Asuba Karma sebagai raja rampok yang ditakuti. Tapi malah sebaliknya. Kisah ini merupakan akhir masa kejayaannya. Dan titik balik dari perjalanan perkembangan kesadaran jiwa dari Asuba Karma.


Kekalahan, kehilangan dan kerapuhan tiba-tiba hadir dalam kehidupannya.

Pertemuannya dengan seorang ibu di tengah hutan yang dalam kondisi mau melahirkan soarang anak. Membawa ingatannya pada sosok Ibunya...yang tercinta..yang telah pergi...meninggalkannya...selamanya....

Dan ini merupakan awal dari titik balik kehidupan kerasnya selama menjadi Raja Rampok. Membangkitkan kesadaran jiwanya.


Maaf gambar belum ter-upload...segera...

1 komentar:

juxtapozed mengatakan...

sepertinya gambarnya indah bli?
meskipun rada meniru gaya-gaya manga sejensi tiger wong.. tapi masih bisa dinikmati kan