Sabtu, 24 November 2007

GUNDALA Sang PUTERA PETIR Bertualang Kembali (remaster)

Semenjak periode tahun 80-an, dunia komik Indonesia mulai terpuruk. Entah karena apa. Yang jelas pada saat itu, komik merupakan masalah bagi orang-orang tua yang sedang memiliki anak-anak yang masih sekolah. Membaca komik dianggapnya prilaku buruk untuk anak-anak mereka. Semenjak saat itu perlahan namun pasti dunia komik Indonesia semakin terpuruk dan akhirnya leyap.

Anehnya mulai periode 90-an, seiring dengan menghilangnya kamik-komik lokal, munculah gelombang baru dalam dunia komik di Indonesia. Pada kurun waktu tersebut, serbuan dari komik Jepang (manga) terjemahan perlahan namun pasti datang menginvansi dan terus memperkokoh cengkramannya untuk memenuhi ruang baca yang sudah cukup kosong. Lebih anehnya lagi ketika komik Jepang terjemahan tersebut mulai bermunculan dan bahkan dapat menyita perhatian sebagian kalangan pembaca spesial komik, para orang tua kita diam seribu basa. Tiada larangan untuk membaca komik, yang dulunya merupakan momok bagi mereka. Dengan kondisi seperti ini maka perlahan namun pasti industri perkomikan terjemahan yang dimotori oleh PT Elex Media kala itu berkembang begitu pesatnya. Kondisi yang aneh.

Sekitar tahun 2004, komik lokal, Komik Indonesia, yang dahulu berjaya pada jamannya, yang kehilangan pembacanya dalam kurun waktu yang cukup lama, mulai menggeliat kembali. Ini mungkin akibaat dari kegalauan beberapa insan pencinta dan pemerhati komik Indonesia yang selama ini mungkin hanya dapat bergerak pada lingkungan yang terbatas saja. Mereka nada-nadanya mulai mengibarkan bendera perang terhadap invasi komik jepang (manga) demi jayanya kembali komik Indonesia. Langkah kongkrit yang dilakukan adalah mereka membentuk satu komunitas komik yang menamakan dirinya Komunitas Komik Indonesia. Mereka inilah yang kemudian bergerak untuk proses pendaur ulangan perjalanan tokoh lama (remaster) tokoh-tokoh superhero Indonesia. Sudah ada beberapa petualangan tokoh super hero Indonesia yang mulai hadir menemui penggemarnya, salah satunya adalah “GUNDALA PUTERA PETIR”.

GUNDALA kemudian datang dengan kemasan baru. Baru dalam artian dilakukan pembaharuan (perbaikan) disana sini karena kondisi master-nya yang sudah pasti mulai tidak sempurna lagi. Ini akibat sisitim pendokumentasian di lingkungan kita memang termasuk buruk. Perbaikan yang nyata dilakukan adalah; lebih banyak pada sisi penampilannya (kemasan) dan di lakukan sentuhan kembali pada garis-garis ilustrasi dalam tiap panelnya untuk mengembalikinnya menjadi utuh dan menarik. Cover dari segi ilustrasinya dilakukan perombakan, tapi ilustrasi masih masih dilakukan oleh HASMI sang kreator GUNDALA ini. Kemuadian pada kertas tiap halamannya sudah menggunakan kertas jenis HVS. Untuk perbaikan garis-garis yang sudah mulai memudar pada tiap halaman komiknya dilakukan oleh beberapa seniman-seniman ilustrator muda. Namun begitu garis-garis perbaikan dilakukan sesedikit mungkin untuk tidak menghilangkan kekhasan guratan HASMI.

Bumu Langit, adalah tempat bernaung bagi GUNDALA saat ini. Dengan misinya “untuk menciptakan iklim yang kondusif bagi perkembangan komik Indonesia”. Bukan hanya GUNDALA yang bernaung di bawah bendera Bumi Langit ini, masih banyak lagi superhero Indonesia karya HASMI yang bergabung, sebut saja; Maza, Jin Kartuby, Pangeran Mlaar dan juga Sembrani. Hanya saja yang baru terangkat untuk dicetak ulang dan dipasarkan kembali adalah petualangan GUNDALA, yang lainnya belum terlihat entah kapan mereka akan hadir menghiasi dan meramaikan dunia komik Indonesia.

Ada yang dirasa kurang dari kahadiran GUNDALA remaster ini. Meskipun ilustrasi HASMI begitu indah dalam penggarapan cover di tiap episodenya, rasanya labih baik kalau mereka mulai melibatkan atau menggaet ilustrator-ilustrator muda yang berbakat dan cukup empati terhadap hadirnya kembali komik Indonesia. Hal ini perlu menjadi perhatian untuk menciptakan tongkat estafet yang segera dapat bersambung dari komikus generasi lalu dengan generasi sekarang. Karena jika generasi sekarang benar-benar dilibatkan maka rasanya secara otomatis akan menimbulkan rasa memiliki pada karya-karya komik Indonesia akan semakin tinggi. Ini terjadi karena mereka merasa ada ikatan batin dengan terlibatnya para generasi muda dalam proses kebangkitan komik-komik Indonesia tersebut. Dengan demikian harapan yang pasti ingin diraih adalah, bukan hanya sekedar proyek nostagia bagi pencinta komik anak negeri generasi lalu, tapi sedah merupaka kerja kolaborasi dua genarasi.

Kalau hal ini tidak segera dilakukan maka “eksklusivisme” terhadap satu tokoh komik karya seseorang akan menciptakan jurang pemisah yang besar pada penggemarnya yang mampu dan layak dilibatkan. Buntut-buntutnya alih-alaih membangkitkan komik lokal karya anak bangsa menjadi mimpi kosong disiang bolong. Hal ini mungkin karena dua genarasi yang ada berjarak rentang yang cukup jauh. Tokoh-tokoh lama harus dikenalkan kembali dan jiwanya harus dihembuskan pada generasi baru. Bukan hanya cukup dengan mendongengkan pada generasi baru tentang kejayaan dimasa lalu.

Bukti nyata adalah, empati dari genarasi muda sekarang (generasi potensial pembaca komik) belum benar-benar terbagun dengan baik. Hal ini dapat dilihat sebaran pendistribusiannya yang sangat terbatas sudah dapat dijadikan gambaran bagaimana tokoh komik tersebut dikenal dan dapat tidaknya diterima di kalangan penggemar komik genarasi muda. Jangan sampai kita hanya selalu bangga pada ritual nostagia belaka.

Kekeurangan berikutnya adalah, ketidak konsistenan dalam segi ukuran buku. Dari empat judul yang sudah terbit menyambangi pintu-pintu penggemarnya, pada episode ke-4 “Operasi Gua Siluman” mengalami perubahan ukuran yang semakin kecil. Kalau tiga episode sebelumnya berukuran: 14cm X 19cm, pada episode ke-4 ukuranya berubah menjadi: 13cm X 18cm. Ini sebenarnya tidak menguntungkan dan menyulitkan bagi penggemarnya dalam urusan pengkoleksian nantinya. Memang ukurannya berkurang masing-masing 1cm tapi pengarusnya cukup riskan. Dan semestinya hak-hal seperti ini tidak akan diulangi lagi pada penerbitan episode berikutnya.

Harapan selanjutnya adalah semoga pada saatnya nanti petualangan GUNDALA ini diteruskan dengan menyerahkan tongkat estafet pada generasi berikutnya yang juga memiliki potensi yang bagus untuk menciptakan iklim kebangkitan komik Indonesia. Dan jangan pernah takut melibatkan generasi baru dalam pembangunan karakter yang sudah ada. Semoga.

Selamat datang GUNDALA, bangkitlah komik Indonesia. Berbaurlah bersama generasi baru yang potensial. Generasi Biru pencinta Komik Indonesia.

Tidak ada komentar: