Sabtu, 22 Desember 2007

GUNDALA PUTERA PETIR :: Dokumen Candi Hantu


Judul : Dokumen Candi Hantu
Artist : Hasmi
Cerita : Hasmi
Penerbit : Bumi Langit
Ukuran : 14cm X 19cm
Tahun : 2005
Cetakan I : 1969
Tebal : 68Halaman





Berita hilangnya SANCAKA menjadi pembuka kisah ini, petualangan GUNDALA dalam DOKUMEN CANDI HANTU. Tiba-tiba saja suasana berubah ketika SANCAKA muncul secara mengejutkan setelah kurang lebih empat bulan tak jelas dimana rimbanya. Dan dalam kisah inilah SANCAKA memulai petualangannya sebagai pembela kebenaran di bumi, GUNDALA.

Pertemuannya dengan NARTI, mantan pacarnya, membawanya ke dalam tugas pertamanya di bumi sebagai GUNDALA. Dalam kisah ini sosok GUNDALA mulai dikenal masyarakat. Dan dalam kisah ini pula bagaimana SANCAKA harus memulai memerankan dua tokoh yang berbeda karakter yang harus selalu terjaga kerahasiaannya. Siapapun tak ada yang tahu kalau sosok pahlawan baru itu, GUNDALA, adalah SANCAKA, seorang profesor yang sempat menghilang .

HASMI semakin menunjukkan kemampuannya dalam mengolah alur cerita. HASMI juga semakin mantap dalam goresan tintanya dalam membangun sosok GUNDALA, goresan tangannya semakin mantap saja. Pengambilan sudut pandangnya juga mengalami perkembangan kearah lebih baik. Dalam membangun ketegangan HASMI cukup berhasil. GHAZUL sebagai tokoh antagonis, musuh utama GUNDALA, mulai diperkenalkan oleh HASMI dalam episode ini. Menarik sekali nama tokohnya mengingatkan kita pada istilah jawa GAJUL, mengingat sang kreator dari Jogja, mungkin kata itu pulalah yang melatar belakangi nama GHAZUL.

DAKUMEN CANDI HANTU, merupakan kisah awal permusuhan antara GHAZUL dengan GUNDALA, dan permusuhan itu akan terus berkelanjutan pada kisah-kisah petualangan SANCAKA sebagai GUNDALA pada episode-episode berikutnya. Permusuhan dan perseteruan tanpa akhir. Seperti itulah rupanya tiap ketokohan superhero. Sosok superhero itu akan menjadi besar kalau memiliki lawan tanding yang hebat pula. Seperti SUPERMAN dengan LEX LUTHOR, seperti BATMAN dengan JOKER. Rupanya formula ini dijadikan panutan oleh HASMI dalam membangun GUNDALA.

Waktu episode ini dibuat, rupanya tokoh superhero lain selain GUNDALA sudah hadir dikancah perkomikan Indonesia kala itu. Ini terbukti dengan disebutnya nama GODAM dalam salah satu dialog antara GHAZUL dengan anak buahnya. Kondisi ini menunjukkan kemungkinan akan bertemunya dua tokoh superhero ini dalam satu kisah petualangan, dan kenyataannya dapat dilihat pada kesempatan lainnya. Kondisi yang lain yang dapat dirasakan adalah, adanya rasa saling menghargai antara sesama kreator, dalam hal ini antara HASMI (GUNDALA) dengan WID NS (GODAM). Satu cerminan sikap yang baik dan dapat dijadikan contoh bagi generasi Komik Indonesia saat ini.

Petualangan kali ini berakhir dengan tertangkapnya GHAZUL dan terselematkannya DOKUMEN CANDI HANTU. Tapi masalahnya adalah, benarkah GHAZUL tertangkap? Momen inilah yang menjadi panel penutup dan merupakan awal teka-teki selanjutnya. HASMI dalam hal ini sebagai kreator cukup berhasil dalam membangun konflik. Dan rasanya sayang kalau kisah ini dilewatkan begitu saja bagi pencinta komik anak negeri. Selamat membaca.

GUNDALA PUTERA PETIR :: Perhitungan di Planet Covox

Judul : Perhitungan di Planet Covox
Artist : Hasmi
Cerita : Hasmi
Penerbit : Bumi Langit
Ukuran : 14cm X 19cm
Tahun : 2005
Cetakan I : 1969
Tebal : 68Halaman



Perhitungan di Planet Covox, merupakan lanjutan petualangan SANCAKA dalam menjadlani takdirnya menjadi GUNDALA. Ini adalah petualangan keduanya semenjak superhero ini diciptakan. Dan kisah ini merupakan lanjutan dari perjalanan GUNDALA untuk membantu dan menyelamatkan Kaisar CRONOS dari penculikan yang dilakukan oleh pesawat yang tidak dikenal.

PLANET COVOX, kesinilah Kaisar CRONOS dibawa oleh Menteri TELERN. Penculik itu bertujuan untuk menyerap energi petir yang dimiliki oleh Kaisar CRONOS. Tujuan utamanya adalah untuk memanfaatkan energi listrik alamai tersebut sebagai pembangkit tenaga listrik untuk pembuatan peluru meteor terkendali. Jika tujuan tersebut dapat dicapai maka cita-cita untuk menguasai semua planet diharapkan dapt diraihnya.

Di planet ini pulalah akhirlnya GUNDALA terdampar akibat ketidaksengajaannya menekan tombol pelempar dari pesawat, ketika dia segang mengatasi guncangan yang dialami pesawat yang ditumpanginya. Di planet ini pulalah GUNDALA kemudian betemu dengan Pangeran MLAAR yang secara kebetulan menyelamatkannya ketika dia terlempar ke luar dari pesawat kerajaan Petir yang emmbawanya untuk melakukan pengejaran penculikan terhadap Kaisar CRONOS.

Persahabatan yang tidak disengaja terjadi antara GUNDALA dan Pangeran MLAAR, setelah pertemuan yang tidak disengaja pula. Pangeran MLAAR yang sedang mengejar pemberontak kerajaannya, bertemu dengan GUNDALA yang sedang melakukan penyelamatan terhadap Kaisar CRONOS. Dan trnyata mereka mengejar orang yang sama yaitu Menteri TELERN.

Seperti kata pepatah, “sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui”. Seperti itulah petualangan GUNDALA kali ini. Dia dapat menyelamatkan Kaisar CRONOS dan sekaligus dapat mengembalikan tahta pada Pangeran MLAAR yang sempat dikuasai oleh Menteri TELERN. Bukan itu saja, pada petualangannya kali ini GUNDALA sempat betemu dan berkenalan dengan AQUANUS, salah satu superhero Bumi yang juga diceritakan sedang melakukan perjalanan antar planet.

Dari segi logika fantasi, kembali HASMI sang kreator menunjukkan kelihaiannya meramu cerita. Membuat hal-hal yang tidak mungkin terjadi menjadi mungkin. Dia juga menciptakan istilah-istilah yang disesuaikan dengan kondisi. Perhatikan saja contoh berikut, untuk menghitung masa (kala/waktu) di planet COVOX digunakan istilah PUTAR MATAHARI yang berarti TAHUN. Binatang-binatang besar di planet itu diberi nama CURHEXOURUS dan DANGGLEMUS. Satu bukti idenya terus mengalir. Seperti itulah dunia komik, dia memiliki logikanya tersendiri, yang terpenting adalah bagaimana meramunya sehingga menjadi berkesan wajar.

Perhatikan juga nama-nama para tokohnya, tokoh antagonis utamanya diberi nama Menteri TELERN (bersal dari bahasa jawa Teler). Pangeran penwaris tahta kerajaan COVOX diberi nama Pangeran MLAAR (pangeran ini bisa memanjangkan tangannya). Dan tokoh superhero yang baru diperkenalkan bernama AQUANUS (dilihat dari fisik kostumnya, mencirikan dari mahkluk air).

Rabu, 28 November 2007

GUNDALA PUTERA PETIR :: Asal Usul Gundala (remaster)


Judul : Asal Usul Gundala
Artist : Hasmi
Cerita : Hasmi
Penerbit : Bumi Langit
Ukuran : 14cm X 19cm
Tahun : 2005
Cetakan I : 1969
Tebal : 68Halaman



Waktu itu di Indonesia, 1969, genre superhero untuk cerita komik lokal belum ada. Dunia komik kala itu dibanjiri dengan cerita-cerita pewayangan (Epos Mahabharata dan Ramayana) beserta cerita-cerita lepas pendukungnya. Selain itu yang berkembang banyak adalah komik-komik cerita silat ala Kho Ping Ho.

Tiba-tiba saja dunia perkomikan Indonesia digetarkan dengan mulculnya tokoh superhero yang menamakan dirinya GUNDALA PUTERA PETIR. Dari sinilah kemudian wabah ini terbuka dan mulai tersebar. Belakangan saling susul-menyusul komikus-komikus lokal pada masa itu berlomba melahirkan tokoh-tokoh superhero. Godam, Sembrani, Laba-laba Merah dan masih banyak lainnya lagi. Meskipun GUNDALA bukan tokoh superhero pertama di Indonesia, tapi dialah yang dapat menciptakan genre ini menjadi berkembang. Sebelum GUNDALA lahir, di Indonesia sudah terlebih dahulu di datangi oleh superhero yang bernama Maza si Penakluk lahir dati tangan yang sama yaitu HASMI. Rupanya komik ini tidak begitu terkenal kala itu. GUNDALA-lah yang berhasil menanamkan semangat pembuatan tokoh superhero lokal, untuk menangkal serbuan superhero dari luar, seperti Superman, Batman dan lainnya. Bahkan GUNDALA sempat dibuat film layar lebarnya.

Kisah GUNDALA PUTERA PETIR episode pertama ini, diawali dengan panel yang menggambarkan sepasang kekasih yang sedang berbincang di cafe. Dua sejoli itu membicarakan perihal rencana untuk acara perayaan ulang tahun bagi siperempuan yang bernama NARTI. SANCAKA, pemuda itu, agak berselisih paham dengan kekasihnya lantaran terlalu sering tidak menepati janji pada kekasihnya yang dikarenakan kesibukan sebagai seorang ilmuwan muda. Prolog yang baik, pengenalan tokoh secar singkat, padat, tanpa harus bertele-tele. Karena kondisi itulah yang pada akhirnya membawa si pemuda, SANCAKA, menuju pada takdirnya.

Cerita kemudian mengalir pada kesibukan SANCAKA di laboratorium-nya, dalam rangka penelitiannya untuk menemukan SERUM ANODA PETIR, yang tujuannya untuk perlindungan bagi manusia terhadap sambaran petir. Dalam proses inilah diuraikan unsur-unsur senyawa yang kadang aneh di telinga. Mungkin banyak dari senyawa tersebut merupakan senyawa rekaan dari si penulis, HASMI. MICROTIR, salah satu senyawa yang terdengar asing dan rasanya memang tidak ada senyawa yang bernama seperti itu. Disinilah terlihat keberanian seorang HASMI untuk membuat satu atau beberapa istilah (entah itu logis atau tidak) dalam rangka untuk membangun cerita yang utuh. Keberanian berimajinasi yang patut di acungi jempol.

Kadang keberhasilan harus diterima dengan pengorbanan yang tak terbayangkan. Hidup adalah pilihan, begitu kira-kira. Keberhasilan tidak selamanya menyenangkan. SANCAKA mengalaminya. Akibat kesibukannya (ambisi) untuk menemukan hasil yang tertinggi, kekasihnya, NARTI. Gadis yang mendambakan kehadiran kasih dan perhatian dari kekasihnya, terpaksa harus kecewa akibat dari kesibukan sang kekasih dalam mencapai mimpi tertingginya, sampai-sampai melupakan ada yang menunggu curahan perhatiannya, hati seorang perempuan yang butuh cinta dalam laksana, bukan sekedar kata-kata belaka.

Perpisahan merupakan satu keputusan. Demi menjaga sebuah hati agar tak terluka kembali. Kekecewaaan adalah akibatnya. SANCAKA dalam rasa keputusasaan yang klimak. Keberhasilan yang diraih harus berakibat pada tersiksanya jiwa. Kembali kisah ini menyajikan kontradiksi yang jelas. Dalam keterpurukan, kegagalan, kekecewaan hati SANCAKA kehilangan akan cintanya pada NARTI, berbuah yang tak terhingga nilainya. Dalam kehancuran jiwanya, petir yang coba ditaklukkan kini menaklukkan dirinya. Petir yang dulu menjadi momok manusia kini bersatu dengan dirinya. Dalam keputus asaan SANCAKA menerima berkah tak tertandingi, menjadi putra angkat sang Dewa Petir. Maka lahirlah GUNDALA PUTERA PETIR. SANCAKA yang baru. GUNDALA.

Kisah kemudian bergulir pada proses terciptanya GUNDALA dan pengabdiannya pada dang KAISAR CRONOS, penguasa kerajaan Petir. Disinilah SANCAKA secara perlahan memahami hidupnya yang baru, takdirnya kini, sebagai GUNDALA PUTERA PETIR. Cerita terus bergulir bagaimana SANCAKA memahami dirinya sebagai sosk GUNDALA, sekaligus mengabdikan dirinya pada KAISAR CRONOS yang sedang ada masalah dengan kerajaan MEGA.

Asal Usul Gundala ini berakhir pada pengejaran GUNDALA terhadap penculikan KAISAR CRONOS yang dibaw entah kemana oleh kapal yang asing. Seperti itulah sosok GUNDALA diperkenalkan pada pembacanya oleh HASMI sang kreator. Mulai saat itu, 1969, Indonesia mulai mengenal dan memiliki sosok superhero dalam negeri. GUNDALA. Kini tokoh tersebut diperkenalkan kembali lewat proses temaster dan pencetakan ulang dengan format yang lebih bagus. Selalu dilakukan pergatian cover pada tiap episodenya.

Maju terus GUNDALA, jangan pernah berhenti untuk menyakinkan pada pembacamu bahwa kitapun punya tokoh superhero yang perlu dibanggakan.

Sabtu, 24 November 2007

GUNDALA Sang PUTERA PETIR Bertualang Kembali (remaster)

Semenjak periode tahun 80-an, dunia komik Indonesia mulai terpuruk. Entah karena apa. Yang jelas pada saat itu, komik merupakan masalah bagi orang-orang tua yang sedang memiliki anak-anak yang masih sekolah. Membaca komik dianggapnya prilaku buruk untuk anak-anak mereka. Semenjak saat itu perlahan namun pasti dunia komik Indonesia semakin terpuruk dan akhirnya leyap.

Anehnya mulai periode 90-an, seiring dengan menghilangnya kamik-komik lokal, munculah gelombang baru dalam dunia komik di Indonesia. Pada kurun waktu tersebut, serbuan dari komik Jepang (manga) terjemahan perlahan namun pasti datang menginvansi dan terus memperkokoh cengkramannya untuk memenuhi ruang baca yang sudah cukup kosong. Lebih anehnya lagi ketika komik Jepang terjemahan tersebut mulai bermunculan dan bahkan dapat menyita perhatian sebagian kalangan pembaca spesial komik, para orang tua kita diam seribu basa. Tiada larangan untuk membaca komik, yang dulunya merupakan momok bagi mereka. Dengan kondisi seperti ini maka perlahan namun pasti industri perkomikan terjemahan yang dimotori oleh PT Elex Media kala itu berkembang begitu pesatnya. Kondisi yang aneh.

Sekitar tahun 2004, komik lokal, Komik Indonesia, yang dahulu berjaya pada jamannya, yang kehilangan pembacanya dalam kurun waktu yang cukup lama, mulai menggeliat kembali. Ini mungkin akibaat dari kegalauan beberapa insan pencinta dan pemerhati komik Indonesia yang selama ini mungkin hanya dapat bergerak pada lingkungan yang terbatas saja. Mereka nada-nadanya mulai mengibarkan bendera perang terhadap invasi komik jepang (manga) demi jayanya kembali komik Indonesia. Langkah kongkrit yang dilakukan adalah mereka membentuk satu komunitas komik yang menamakan dirinya Komunitas Komik Indonesia. Mereka inilah yang kemudian bergerak untuk proses pendaur ulangan perjalanan tokoh lama (remaster) tokoh-tokoh superhero Indonesia. Sudah ada beberapa petualangan tokoh super hero Indonesia yang mulai hadir menemui penggemarnya, salah satunya adalah “GUNDALA PUTERA PETIR”.

GUNDALA kemudian datang dengan kemasan baru. Baru dalam artian dilakukan pembaharuan (perbaikan) disana sini karena kondisi master-nya yang sudah pasti mulai tidak sempurna lagi. Ini akibat sisitim pendokumentasian di lingkungan kita memang termasuk buruk. Perbaikan yang nyata dilakukan adalah; lebih banyak pada sisi penampilannya (kemasan) dan di lakukan sentuhan kembali pada garis-garis ilustrasi dalam tiap panelnya untuk mengembalikinnya menjadi utuh dan menarik. Cover dari segi ilustrasinya dilakukan perombakan, tapi ilustrasi masih masih dilakukan oleh HASMI sang kreator GUNDALA ini. Kemuadian pada kertas tiap halamannya sudah menggunakan kertas jenis HVS. Untuk perbaikan garis-garis yang sudah mulai memudar pada tiap halaman komiknya dilakukan oleh beberapa seniman-seniman ilustrator muda. Namun begitu garis-garis perbaikan dilakukan sesedikit mungkin untuk tidak menghilangkan kekhasan guratan HASMI.

Bumu Langit, adalah tempat bernaung bagi GUNDALA saat ini. Dengan misinya “untuk menciptakan iklim yang kondusif bagi perkembangan komik Indonesia”. Bukan hanya GUNDALA yang bernaung di bawah bendera Bumi Langit ini, masih banyak lagi superhero Indonesia karya HASMI yang bergabung, sebut saja; Maza, Jin Kartuby, Pangeran Mlaar dan juga Sembrani. Hanya saja yang baru terangkat untuk dicetak ulang dan dipasarkan kembali adalah petualangan GUNDALA, yang lainnya belum terlihat entah kapan mereka akan hadir menghiasi dan meramaikan dunia komik Indonesia.

Ada yang dirasa kurang dari kahadiran GUNDALA remaster ini. Meskipun ilustrasi HASMI begitu indah dalam penggarapan cover di tiap episodenya, rasanya labih baik kalau mereka mulai melibatkan atau menggaet ilustrator-ilustrator muda yang berbakat dan cukup empati terhadap hadirnya kembali komik Indonesia. Hal ini perlu menjadi perhatian untuk menciptakan tongkat estafet yang segera dapat bersambung dari komikus generasi lalu dengan generasi sekarang. Karena jika generasi sekarang benar-benar dilibatkan maka rasanya secara otomatis akan menimbulkan rasa memiliki pada karya-karya komik Indonesia akan semakin tinggi. Ini terjadi karena mereka merasa ada ikatan batin dengan terlibatnya para generasi muda dalam proses kebangkitan komik-komik Indonesia tersebut. Dengan demikian harapan yang pasti ingin diraih adalah, bukan hanya sekedar proyek nostagia bagi pencinta komik anak negeri generasi lalu, tapi sedah merupaka kerja kolaborasi dua genarasi.

Kalau hal ini tidak segera dilakukan maka “eksklusivisme” terhadap satu tokoh komik karya seseorang akan menciptakan jurang pemisah yang besar pada penggemarnya yang mampu dan layak dilibatkan. Buntut-buntutnya alih-alaih membangkitkan komik lokal karya anak bangsa menjadi mimpi kosong disiang bolong. Hal ini mungkin karena dua genarasi yang ada berjarak rentang yang cukup jauh. Tokoh-tokoh lama harus dikenalkan kembali dan jiwanya harus dihembuskan pada generasi baru. Bukan hanya cukup dengan mendongengkan pada generasi baru tentang kejayaan dimasa lalu.

Bukti nyata adalah, empati dari genarasi muda sekarang (generasi potensial pembaca komik) belum benar-benar terbagun dengan baik. Hal ini dapat dilihat sebaran pendistribusiannya yang sangat terbatas sudah dapat dijadikan gambaran bagaimana tokoh komik tersebut dikenal dan dapat tidaknya diterima di kalangan penggemar komik genarasi muda. Jangan sampai kita hanya selalu bangga pada ritual nostagia belaka.

Kekeurangan berikutnya adalah, ketidak konsistenan dalam segi ukuran buku. Dari empat judul yang sudah terbit menyambangi pintu-pintu penggemarnya, pada episode ke-4 “Operasi Gua Siluman” mengalami perubahan ukuran yang semakin kecil. Kalau tiga episode sebelumnya berukuran: 14cm X 19cm, pada episode ke-4 ukuranya berubah menjadi: 13cm X 18cm. Ini sebenarnya tidak menguntungkan dan menyulitkan bagi penggemarnya dalam urusan pengkoleksian nantinya. Memang ukurannya berkurang masing-masing 1cm tapi pengarusnya cukup riskan. Dan semestinya hak-hal seperti ini tidak akan diulangi lagi pada penerbitan episode berikutnya.

Harapan selanjutnya adalah semoga pada saatnya nanti petualangan GUNDALA ini diteruskan dengan menyerahkan tongkat estafet pada generasi berikutnya yang juga memiliki potensi yang bagus untuk menciptakan iklim kebangkitan komik Indonesia. Dan jangan pernah takut melibatkan generasi baru dalam pembangunan karakter yang sudah ada. Semoga.

Selamat datang GUNDALA, bangkitlah komik Indonesia. Berbaurlah bersama generasi baru yang potensial. Generasi Biru pencinta Komik Indonesia.

Sabtu, 20 Oktober 2007

KOMIK :: GAMBAR BERTUTUR

Komik adalah mahluk yang sangat jelas sosoknya, sekaligus sangat tidak jelas. Jelas, karena siapa yang kesulitan mengenali komik? Tapi cobalah mendefinisikan apa itu komik. Atau cobalah tetapkan, apakah komik itu seni rupa atau seni sastra.

Demikian Hikmat Darmawan mengawali tulisannya dalam rubric JEJAK di majalah MATABACA volume 3 No. 11 Juli 2005. Dalam tulisannya itu Hikmat Darmawan memberikan judul : “Komik : Antara Seni Visual dan Ambisi Sastrawi”.


Dalam tulisan selanjutnya disampaikan bahwa Scott McLoud dalam Understanding Comics yang sudah diterjemahkan oleh Penerbit KPG, menurutnya komik adalah: imaji-imaji gambar atau imaji lainnya, yang dijajarkan dalam urutan yang disengaja untuk menyampaikan informasi dan/atau menimbulkan tanggapan estetis pada pembacanya.


Sementara dituliskan juga definisi cerita menurut E.M Forster adalah: narasi berbagai kejadian yang disusun dalam urutan waktu.


Maka, kalau direnungkan dengan kesederhanaan, maka kebingungan atas definisi komik pada artikel tersebut tidak perlu diperpanjang. Apalagi harus memperbadingkanya kesana kemari hanya untuk meyakinkan bahwa kebingungan itu memang milik kita semua. Bahwa komik memang tidak terdefinisikan. Apalagi jika harus ditarik ulur kearah sastrawi. Rasanya kok tidak perlu seberbelit itu. Tapi mungkin juga pemikiran yang akan teruraikan dibawah dapat diartikan hanya sebuah pemikiran sempit. Karena tidak bertimbang pada banyak aspek teoritis yang berbahasa keren (asing). Karena mungkin saja pemikiran ini hanya sebuah pemikiran yang sangat sederhana yang hanya menggunakan logika cara pandang pribadi, yang tidak berdasar pada literatur-literatur tebal.


Rasakan dengan sederhana saja. Apa yang membuat kita tertarik untuk membaca buku, menonton pertunjukan dan atau film, dan begitu juga dengan komik. Apanya yang membuat kita untuk meluangkan uang dan waktu untuk membacanya/menontonnya.


Buku. Secara sederhana kita bisa mengatakan bahwa saat kita ingin membaca buku adalah, ketertarikan kita pada satu hal. Apapun itu. Maka begitu kita melihat buku seperti yang kita sukai maka kita akan berusaha untuk membacanya. Apanya yang menarik? Tema bahasannya, kandungan yang ada dalam buku itu. Seperti yang kita sukai. Jadi kadang kita tak perduli lagi apakah buku itu menarik dari segi visual atau tidak. Tetap saja kita baca.


Pertunjukan dan atau film. Apa yang membuat kita menyaksikannya. Pertama, tema atau isinya, seperti yang kita suka. Kedua, visual. Viasual disini termasuk pelaku dan tampilan yang kita tonton. Dalam suatu pertunjukan, visual sangatlah penting. Sebagus apapun cerita atau tema yang diusungnya, kalau secara visual tidak memenuhi standar keinginan kita maka pada akhirnya kita tidak puas. Bahkan banyak komentar akan keluar dari bibir-bibir kita. Semua terwujud dari ketidak puasan kita akan visual. Seharusnya begini, seharusnya begitu, semestinya si ini yang main jadi itu dan seterusnya.


Lalu cobalah membaca komik. Apa daya tariknya. Secara sederhana yang pertama dilihat adalah ilustrasi sampulnya. Sudah dapat dipastikan kalau kita tidak tertarik secara visual ilustrasi cover maka untuk kemudian membuka-buka isinya akan secara otomatis berkurang. Begitu secara visual ilustrasi cover kita tertarik, maka ada keinginan untuk mengambil, membuka lembar demi lembar halam komik itu dan terakhir baru membacanya. Membaca biasanya baru dilakukan saat kita merasa tertarik dengan visual-visual yang tersaji dalam halamnnya. Pada umumnya demikian prosesnya. Dan setelah membaca biasanya baru berkomentar apakah ceritanya jelek visualnya bagus atau sebaliknya. Atau keduanya bagus dan juga sebaliknya.

Terkecuali pada suatu kisah yang sudah kita kenal dan kita sukai, begitu juga pada artist pembuatnya yang sudah kita pahamai baik secara karakter visual dan pola bertuturnya. Maka terkadang kita tidak bertimbang terlalu banyak.


Banyak jenis komik, ada yang disebut novel gravis, komik strips, dan masih banyak lagi lainnya. Tapi semua itu merupaka sekumpulan gambar yang berurutan mengikuti alur cerita dan semua itu saling berkait satu sama lain untuk betutur. Baik disertai dialog, narasi, sound efect, maupun tidak sama sekali, kadang gambar itu sendiri sudah bercerita tanpa harus di beri keterangan apapun. Pada intinya adalah, Gambar yang bercerita.


Dari kenyataan inilah, maka secara pribadi tersimpulkan bahwa komik adalah Gambar Bertutur atau sudah umum disebut Cerita Bergambar.

Senin, 15 Oktober 2007

GINA vs BIDADARI ISTANA SYAITON


Judul: GINA Vs BIDADARI ISTANA SYAITON
Katagori: Petualangan
Artis: Gerdi WK
Desain Sampul: -
Penerbit: ERLINA
Ukuran: 15 cm X 20,5 cm
Tebal: 254 halaman (2 buku)


Cetakan pertama: 1973
Cetak ulang: 2007

GINA Vs BIDADARI ISTANA SYAITON adalah serial ke 3 dari perjalanan panjang seorang GINA. Kisah ini diawali di wilayah SINAI, sebuah dataran tinggi di wilayah ARAB. Kisah kali ini bertutur mengenai pemuasan nafsu seorang wanita yang memiliki julukan “Bidadari Istana Syaiton”. Seorang wanita yang disepanjang hidupnya hanya berburu lelaki muda untuk pemuas nafsunya.

Kisah berawal ketika dua orang pemuda, bersaudara, kembali dari berburu. Bertemu dengan seombongan laki-laki yang sedang mengusung tandu. Inilah awal pertemuannya dengan putri cantik jelita, dan permasalahanpun berawal dari sini. Karena sama-sama terpikat akan kecantikan sang putri dan juga bujuk rayuannya, maka sepasang pemuda kakak beradik tersebut terperangkap dalam petualangan cinta sang putri.

Petualangan GINA pun berawal ketika dia secara tidak sengaja melihat penculikan pada sepasang kekasih yang sedang memadu janji di pesisir pantai. Dari peristiwa inilah kemudian menyeret GINA kedalam kemelut pembebasab para korban penculikan yang dilakukan oleh putri “Bidadari Istana Syaiton” dan para kekasihnya itu. Banyak hal yang di hadapi GINA dalam kisah ini. Musuh yang begitu tangguh karena memiliki ilmu sihir yang dapat menjadikan dirinya tak terlihat. GINA juga berhadapan dengan jebakan-jebakan canggih dalam perjalanannya di Istana Syaiton ini. Bahkan untuk dapat mengalahkan putri ”Bidadari Istana Syaiton” ini GINA dipaksa untuk bekerja sama dengan seorang kakek tua yang juga kehilangan cucu laki-lakinya. Kakek tua itu memiliki ilmu batin yang cukup tangguh untuk menandingi ilmu sihir si putri “Bidadari Istana Syaiton”.

Dalam kisah ini, kesaktian GINA menjadi tak berarti tanpa bantuan si Kakek tua. GINA hanya menggunakan kemampuan terbangnya untuk mengatasi jebakan-jebakan yang ada dalam istana tersebut. Bahkan kisah ini berakhir tragis. Karena semua yang menjadi korban penculikan dan para penolongnya harus mengalami kematian. Mereka mati sebelum dapat lolos dari lembah Istana Syaiton tersebut. GINA-pun baru dapat mengeluarkan puncak kesaktiannya untuk membunuh putri “Bidadari Istana Syaiton” ketika semua yang ditolongnya telah tenggelam dalam air bah yang dibuat oleh si putri jahat tersebut. Kelihatannya tanpa adanya bencana tersebut, GINA tidak dapat berbuat banyak untuk mengerahkan kemampuannya untuk dapat membunuh putri “Bidadari Istana Syaiton”. Celakanya lagi perubahan kondisi ini hanya terceritakan dalam satu panel saja (setengah halaman saja). TRAGIS!!!

Perjuangan yang sia-sia. Setelah begitu melelahkan untuk membebaskan orang-orang yang terperangkap dalam belaian nafsu putri “Bidadari Istana Syaiton”, semuanya gagal begitu saja. Karena semuanya mati terendam air bah. Dan hanya GINA yang selamat, karena dia bisa terbang. Yang lebih tragis lagi adalah ketika didepan matanya terjadi bencana pada orang-orang yang coba diselamatkan, GINA teringat akan kepentingan dirinya sendiri....

“Tak kusangka, dalam perjalanan pulang dari Memphis ini

aku mengalami dan melihat peristiwa tragis...dan....”

“Oh, tiba-tiba aku teringat ELBANA* lagi, ya Tuhan...”

TRAGIS memang.

(* ELBANA adalah kekasih GINA)

GINA vs SILUMAN ULAR


Judul: GINA Vs SILUMAN ULAR
Katagori: Petualangan
Artis: Gerdi WK
Desain Sampul: -
Penerbit: ERLINA
Ukuran: 15 cm X 20,5 cm
Tebal: 243 halaman (2 buku)


Cetakan pertama: 1972
Cetak ulang: 2007

GINA Vs SILUMAN ULAR merupakan serial pertama dari perjalanan panjang seorang GINA. Dalam episode inilah diceritakan asal-usul lahirnya seorangpahlawan wanita yang kemudian dikenal dengan nama GINA. Alur dengan panjang 4 jilid dan dijadikan dalam 2 bundel buku.

Meski sebenarnya ini merupakan alur asal-usul seorang GINA, tapi dalam kisah ini tidak begitu menceritakannya secara detail bagaimana GINA tercipta, apa alasannya, siapa yang menciptakan, tidak jelas disini. Karena sosok yang menciptakan GINA dari wujud seorang putri raja yang lemah menjadi sosok baru yang begitu kuat dan sakti mandraguna tidak begitu teruraikan. Yang diceritakan disini hanya, GINA ditolong oleh seorang tua berjanggut diwaktu menjelang kematiannya tiba akibat siksaan oleh ratu Siluman Ular. Setelah itu begitu saja GINA hadir dengan sosok baru seorang wanita sakti pilih tanding.

Hasina, adalah nama asli dari GINA, sebelum dia mengalami perubahan, ketika dia masih seorang putri raja, Sultan Jazid. Raja dari kerajaan TURABA, di tanah Arab. Kerajaan yang begitu saja berubah sejak kehadiran seorang perempuan cantik yang diperkenalkan dengan nama Siti Syarifah. Dan ini merupakan titik awal dari tragedi sebuah kerajaan. Namun juga merupakan sebuah anugrah bagi seorang putri raja yang lemah lembut yang kemudian dapat berubah menjadi seorang yang sakti tanpa tanding, GINA.

Dalam episode pertama ini diceritakan bagaimana sepak terjang seorang Siluman Ular yang ingin menguasai seluruh kerajaan, dengan bersekongkol bersama sang menteri kerajaan tersebut, yang juga menginginkan tampuk pemerintahan tertinggi, seorang RAJA.

Meskipun cita-cita mereka sempat tercapai, namun pada akhirnya tetap saja dikisahkan bahwa pencapaian tertinggi yang diraih dengan kelicikan tetap saja akan dapat diruntuhkan kembali oleh kekuatan kebaikan dan kebenaran. Itulah sekiranya pesan moral yang ingin disampaikan oleh GERDI WK sebagai kreator cerita ini.

Pada episode pertama, 1972, GERDI WK telah menunjukkan kelasnya, terutama pada bagian illustrasinya yang begitu indah. Figut-figur yang tersaji begitu cantik-cantik dan tampan-tampan. Illustrasi lingkungan (setting) nya pun kelihatannya dibuat dengan baik, sehingga terlihat jelas dalam taip frame yang tersaji pemandangan latar belakang yang begitu mendukung alur cerita.

Dari keistimewaan tersebut, masih ada beberapa hal yang terlihat begitu mengganggu pada episode cetak ulang ini. Bentuk balon kata dan huruf sering kali tidak mendukung tampilan panel. Sepertinya dari unsur ini tidak begitu diperhitungkan dengan baik. Akibatnya, keindahan illustrasi yang tersaji menjadi tidak utuh lagi, karena kehadiran bentuk dan ukuran balon kata yang tidak sesuai. Untuk sebuh komik, kehadiran balon kata adalah sesuatu yang mutlak. Harus ada. Namun kehadirannya harus tetap dapat mendukung tampilan gambar dan alur cerita itu sendiri.

Terlepas dari semua itu, kehadiran cetak ulang komik GINA ini adalah satu pertanda baik bagi industri komik lokal karya anak negeri. Bagi pembaca komik Indonesia generasi baru, maka buku ini dapat memberikan pengenalan bagaimana dan siapa GINA pada awalnya. Sehingga tidak terjadi kesenjangan dalam mengikuti petualangan barubya yang sudah berseting di Indonesia dan dengan tokoh GINA yang baru. Gina yang sudah ber-transformasi.

Harapan lainnya adalah, semoga dengan kehadiran komik cetak ulang ini dapat memberikan gambaran pada generasi baru pencinta komik Indonesia bahwasannya kita memiliki pelaku-pelaku (artist) komik yang handal dari jaman lampau, juga merupakan kondisi nostalgia bagi penggemar komik Indonesia yang lahir pada masanya, masa kejayaan Komik Indonesia.

Minggu, 09 September 2007

Raja Rampok Jadi Raja Sorga

Judul : Raja Rampok Jadi Raja Sorga
Katagori : Cerita Religi

Pengarang : Martana Yusa

Sampul : Ketut Rudita
Penerbit : Media Hindu

Ukuran : 15 cm X 21 cm
Tebal : 55 Halaman

Cerita di adaptasi dari “From Deth To Bird” oleh Pandit Rajmani Tiguanait Ph D.

Cetakan Pertama

Unik, begitu kesan yang timbul saat membaca lembar demi lembar halaman komik ini. Baik dari segi ilustrasi maupun cerita yang disajikan. Kelihatannya komik ini tidak mengikuti pakem apapun, eropa maupun manga. Dia mencari bentuknya sendiri. Meskipun sekali waktu ada juga yang terlihat karakter manga hadir, tapi sangat kecil sekali prosentasenya karena hanya hadir dalam satu dua panel saja. Sepertinya komik ini dapat digolongkan kedalam Novel Grafis. Ini terbukti banyak sekali panel-panel menyajikan ilustrasi yang sangat artistik.


Ciri khas komik Indonesia klasik juga sering terlihat dalam penyajiannya. Blok-blok narasi sering hadir menghiasi panel. Dilain sisi ciri komik modern yang cenderung tanpa narasi juga ditampilkan dihampir sebagian besar panel-panel ceritanya. Kalau dilihat dari dua segi ini proporsinya sebanding.

Yang membuat komik ini menjadi berbeda (unik) karena pada salah satu penelnya disertakan photo realistik sebuah candi ternama, tanpa olahan grafis, hadir apa adanya. Bukan itu saja, pada panel lainnya disajikan juga “facade” suatu candi sebagai latar belakang. Konsep ini belum pernah ada pada komik-komik lainnya.


Komik ini juga menjadi semakin berbeda karena, pada akhir halaman disertakan juga cerita singkat (cerpen) sebanyak 3 halaman. Dalam cerpen itu dikisahkan secara singkat alur cerita utama dari kisah komik itu sendiri, yang berjudul sama dengan komiknya “Raja Rampok Jadi Raja Sorga”.

Namunbegitu komik ini masih memiliki kelemahan yaitu, pada penyertaan balon kata dan pemilihan ukuran huruf dirasa sangat mengganggu. Karena ukurannya kadang tidak proporsional. Asumsi yang terasa adalah, kemungkinan balon kata sudah dipersiapkan bersamaan dengan pembuatan ilustrasinya. Sehingga pada waktu mengisi diaolog atau narasinya, kadang ukuran dari balon kata itu berlebihan, karena kadang isi dari dialognya sangat singkat sementara balon katanya cukup besar. Hasil yang kemudian terlihat adalah ukuran huruf-huruf yang ada pada balon kata itu disesuaikan besarnya, dengan demikian hurufnya menjadi terlalu besar.

“Mereka memanggilku ASUBA KARMA...

Aku adalah raja Rampok...

Matahari, Bulan dan Bintang

Mengabarkan kemenangan atas setiap desa yang kutaklukan

Ke seluruh penjuru semesta...

Aku bersama pasukannku

Tidak akan pernah kalah...

Bahkan, dalam mimpi terburukku

Aku tidak melihat kekalahan”

Kesombongan seorang raja rampok sebagai pembuka panel awal, satu halaman penuh. Disertai dengan ilustrasi setengan dari wajah sang Asuba Karma. Panel-panel berikutnya langsung menyajikan bagaimana sepak terjang sang Raja Rampok.


Rupanya kisah ini tidak berpusat pada kejayaan Asuba Karma sebagai raja rampok yang ditakuti. Tapi malah sebaliknya. Kisah ini merupakan akhir masa kejayaannya. Dan titik balik dari perjalanan perkembangan kesadaran jiwa dari Asuba Karma.


Kekalahan, kehilangan dan kerapuhan tiba-tiba hadir dalam kehidupannya.

Pertemuannya dengan seorang ibu di tengah hutan yang dalam kondisi mau melahirkan soarang anak. Membawa ingatannya pada sosok Ibunya...yang tercinta..yang telah pergi...meninggalkannya...selamanya....

Dan ini merupakan awal dari titik balik kehidupan kerasnya selama menjadi Raja Rampok. Membangkitkan kesadaran jiwanya.


Maaf gambar belum ter-upload...segera...

Minggu, 05 Agustus 2007

TJISADANE

Judul : Tjisadane
Katagori : Cerita Silat
Pengarang : Ganes TH
Sampul : Wahyu Hidayat
Penerbit : KomikIndonesia.com
Ukuran : 13 cm X 17,7 cm
Tebal : Jilid I : 62 Halaman; Jilid II: 74 Halaman


Cetakan Pertama 1967
Cetak Re-master : 2007

Satu dari episode QUADROLOGY. Bagian ke tiga dari kisah panjang tersebut. Kisah yang berseting di tepian sungai Cisadane. Kisah dua saudara, kakak beradik yang terpisah akibat dendam pada keadaan. Kepergian sang kakak karena kepedihan yangtak tertahankan....menjelma menjadi dendam yang membutuhkan pelampiasan.

Kisah pergulatan batin dua kakak beradik dalam memaknai hidup. Dengan cara berbeda memaknai kebenaran. SUGALI dan SUGALA.

...........

“Sugali,dunia ini memang kotor anakku, jadi janganlah engkau yang jadi penyebanbya...!!! Bila engkau menyentuhnya, cucilah lenganmu itu, Tuhan Maha Tahu, siapa yang sebenarnya berbuat dosa..! Maka janganlah engkau mendendam. Karena itu hanya dapat menyiksa hatimu sendiri...”

.........

Petuah sederhana namun bermakna sangat dalam, dari seorang ibu yang sederhana. Rupanya inilah titik baliknya. Petuah terakhir yang didengarnya dari seorang ibu, yang tak pernah dijumpainya lagi di masa-masa berikutnya.

Kematian satu-persatu orang tuanya, memaksa SUGALA melakukan perjalanan untuk mencari kakaknya SUGALI, yang telah begitu lama meninggalkan keluarganya. Kerinduan seorang adik untuk dapat bertemu saudara tua, satu-satunya harta yang masih tersisa. Perjalanan inilah yang dikisahkan dalam dua episode ini.

“Nilam!!! Kembali!!!”

Panggilan penuh kecemasan, berlalunya sebuah hati.

“Biarkanlah dia pergi kak!!!
Tuhan telah menjatuhkan hukumannya....
Mari....
Seluruh neraka ini akan musnah.....”

....Air mata si Ular Sanca Manuk, jatuh berderai...untuk pertamakalinya ia menangis, ia mungkin sanggup menahan terjangan seribu musuh...namun tikaman sebatang panah asmara telah cukup membuat ia runtuh.....

“SODOM dan GEMORA” telah sepi lagi....


Kisah yang diterbitkan pertama kali pada tahun 1969, dan dicetak ulang oleh komikindonesia.com pada tahun 2007. Satu dari empat sequel panjang; KRAKATAU, TUAN TANAH KEDAWUNG, TJISADANE serta NILAM DAN KESUMAH.

Ganes TH benar-benar berhasil membangun karakter-karakter tokoh yang kuat. Kesetiaan dan sayang seorang adik pada kakaknya diwakili oleh tokoh SUGALA. Keras hati, namun penuh kasih terhadap keluarga, terutama pada adik kesayangannya hadir dalam sosok SUGALI. Kelicikan seorang kepala perampok, MAT GERONG, meski telah cacat tapi keserakahan dan kepicikannya melekat pada jiwanya dan membawa dia kepintu kematiannya sendiri. Kehadiran Ba KLONTONG sebagai seorang guru, tampil untuh selayaknya seorang guru, tauladan yang perlu jadi renungan.

Membaca karya Ganes TH, bagaikan menyaksikan sebuah fragmen kehidupan. Bukan hanya kisahnya yang berkarakter, tapi jalinan kisah yang kuat selalu membangkitkan rasa untuk terus mengikuti alur ceritanya.

Selasa, 17 Juli 2007

GINA :: TRANSFORMASI

Aku hadir di sini,
Menyaksikan dunia,
Yang tidak terbingkai
Oleh jarak dan waktu....
Aku kelana
Tanpa tujuan yang pasti,
Yang terkandang
Tak melihat apapun di depan,
Tapi aku tak ragu
Aku mantap melangkah
Tapi pasrah dalam hati
Seperti sehelai bulu
Yang melayang terbuai angin
Mengarungi jarak dan waktu
Berbekal keyakinan
Bahwa DIA
Akan mengirimku ke tempat, yang tepat
Dan waktu yang
Diinginkan-NYA juga.....

.........


Gambar di samping adalah karya GERDI WK, pewarnaannya oleh damuhbening

Waktu yang diinginkan telah tiba. Rupanya inilah waktu yang dirasa tepat. Dia memang harus hadir kembali meramaikan kancah perkomikan Indonesia yang sudah cukup lama sepi....

DAN...

Kini GINA telah hadir kembali, menyesuaikan diri dengan tubuh baru yang disinggahinya. Lingkungan baru yang sebenarnya sudah dikenalnya cukup lama. Mungkin generasinyalah yang tidak mengenalinya lagi.

Butuh peyesuaian. TENTU! Kita sedang terbuai oleh indahnya imajinasi dari negeri orang, terutama manga!, yang telah membanjiri ranah perkomikan Indonesia dengan segala kepiawaiannya. Maka wajar jika komik Indonesia sendiri harus “exiuse”, yang mestinya tak harus!

GINA-pun tak lepas dari kondisi ini. Dia harus memperkenalkan dirinya kembali dengan berbagai cara kalau ingin disadari kehadirannya. Manga-pun dulu rasanya seperti itu. Sebagai contoh serial Kungfu Boy karya Takashi Himekawa. Pertama kali terbaca di halaman harian BERNAS, hariannya Jogja. Setelah cukup lama dan mulai dikenal oleh masyarakat, baru kemudian hadir edisi cetaknya. Nyatanya waktu itu serial ini cukup laris minimal di wilayah Jogja dimana surat kabar itu beredar. Selain karena memang jalan ceritanya yang menarik. Disusul kemudian ditayagkannya versi animasinya di stasiun TV Swasta. Demikian juga halnya dengan komik-komik Jepang lainnya yang tergolong laris di pasaran. Sebut saja misalnya; Doraemon, Sinchan, Dragon Ball, Conan dan masih banyak lagi.

Bagaimana caranya GINA menyatakan kehadirannya, itu akan sangat berpengaruh bagi perkembangannya kemudian. Apakah dia benar-benar akan dikenal oleh lingkungannya sekarang, itu sangat tergantung dengan bagaimana dia memperkenalkan diri. Sejauh mana keseriusannya untuk memenuhi keinginan untuk kembali berjaya di wilayah yang lama tapi baru ini. Karena tidak akan cukup jika hanya sekedar untuk bernostalgia belaka.

Pada kenyataannya, kondisinya belum berubah. Mungkin ini hanya berlaku di wilayah tertentu? Entahlah. Sebagai gambaran sederhana, kondisinya seperti ini; Denpasar, kota yang cukup besar. Toko bukunyapun lebih dari lima lokasi dan ini cukup besar dari segi pengunjungnya. Di masing-masing toko buku, dari sekian banyak toko buku yang ada, hanya satu toko buku yang memajang komik GINA. Itupun hanya ada tiga exemplar. Setelah hampir setahun berlalu, jumlah itu tidak berubah sama sekali, masih sama seperti tahun yang lalu. Dan sampai sekarang masih pada episode pertama, padahal diketahui kalau serial ini sudah memasuki episode dua dan mungkin juga tiga. Selain itu tempat peletakannyapun sangat tersembunyi dan tidak tertangkap mata. Salah siapa? Lalu bagaimana dengan daerah Indonesia lainnya? Entahlah! Semoga lebih baik kondisinya.

Kalau melihat kondisi ini, maka GINA belum sesungguhnya mewujudkan dirinya pada kalayak pembaca komik Indonesia. GINA harus berjuang lebih keras lagi, supaya kehadirannya sungguh dirasakan. Dan ini mungkin juga bukan hanya untuk GINA saja, tapi untuk komik-komik lokal lainnya. Jangan sampai harapannya yang begitu besar berakhir seperti renungan GINA pada halaman penutupnya di edisi pertama ini.....

“Aku Gina kuat, bisa menembak, dan tentu bisa terbang!”

“Sekali waktu aku harus mencobanya, tapi jangan sampai terlihat orang....”

“Aku harus menjaga privasi...”

Dan pada panel terakhir, GINA kembali berkata dalam hati:

“Tentang Elbana, biarlah ini Cuma menjadi kenangan, biarpun mungkin benar kami pernah bersama di masa lampau...”

Jangan sampai kemudian GINA bernasib sama dengan renungannya itu. Dia harus mewujudkan dirinya dengan sungguh-sungguh. Agar benar-benar dikenal dan di cintai. SEMOGA!!!

Jumat, 13 Juli 2007

Si Jampang Jago Betawi

Terbit pertama kali: 1968

Limited Edition: September 2006

Nama: Jampang
Julukan
: Si Jampang Jago Betawi
Asal: Desa Cemara, Betawi
Ciri-ciri fisik: Tubuh besar dan kekar, dada berbulu, kumis melintang
Istri: Rabiah (alm)
Senjata: Sebilah Golok

illusrtasi Ganes TH




Konstum: Baju hitam dengan bagian dada terbuka, celana tigaperempat hitam, kain sarung
melilit di pinggang, sebilah golok terselip di pinggang, ikat kepala.
Guru
: Banteng
Sahabat: Rabin, Dadap
Slogan
: Jampang Jago Dulu, Kumis Melintang Dada berbulu
Musuh Utama
: Penguasa Belanda (VOC)
Musuh Lain
: Mandor Jun, Komar, Ki Sima, Raisan, Ibnu (adik), Inspektur Frans, Si Komeng.
Artist
: Ganes TH
Sumber Cerita
: Jampang Jago Betawi, karya Zaidi Wahab


Illustrasi dan pewarnaan oleh: damuhbening



Dalam perjalanannya, Si Jampang melalui 10 episode oleh artist Ganes TH. Dan dua seri terpisaholek komikus lainnya selama kevakuman kerja Ganes TH. Kisah yang terpisah itu adalah karya A. Tatang S dengan Si Jampang Kembali ke Batavia sepanjang 4 jilid dan Kisah Tiga Iblis di Rawa Naga. Selain komikus A. Tatang S ada seorang komikus perempuan yang juga membuat komik kisah Si Jampang ini yaitu, Tati S dalam kisah yang berjudul Pembasmi Seruling Maut.

Pustaka:
Serial Si Jampang Jago Betawi 1-10 Limited Edition (Koleksi Pribadi)
Ganes TH Si Jampang dan Dunia Betawi, MATABACA vol. 3 No. 11, Juli 2005

Rabu, 11 Juli 2007

Komik Indonesia, Mati Karena Kutukan


Sumber: Bali Post, Minggu, Umanis, 4 April 2004

Komik buatan komikus Indonesia pernah berjaya dan menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Itu terjadi pada rentang tahun 1970-an. Pada masa itu, hampir setiap hari selalu saja ada komik baru yang terbit dan beredar. Taman bacaan yang menyediakan komik untuk disewakan tumbuh subur. Pengunjungnya kebanyakan anak sekolahan. Mereka seperti keranjingan membaca komik sehingga banyak yang melupakan buku pelajaran. Bisa jadi, karena itulah kemudian banyak para orang tua yang sangat memusuhi dan menyatakan perang pada komik. Namun, bagaimana “sejarah” komik Indonesia?

Ketika masa jayanya komik Indonesia, pusat komik pada waktu itu adalah Jakarta dan Bandung. Dari dua kota besar itulah komik lalu menyebar keseluruh kota di Indonesia. Namun demikian, ada beberapa kota lainnya lagi yang juga ikut meramaikan perkomikan di Indonesia, diantaranya Surabaya, dan Semarang. Pada era 1960-an, pusat perkomikan Indonesia justru berada di Medan. Saat itu Taguan Hardjo dan Zam Nuldyn menjadi komikus yang amat disukai.

Lantas, yang menjadi pasar perkomikan Indonesia pada era 1970-an adalah Yan Mintaraga, Teguh Santosa, Ganes TH, Hans Jaladara, Jeffry, SIM, Zaldy, RA Kosasih, Sopoiku, Usyah, Masur Daman, Leo, Djair, Wid NS, Ardisoma, Oerip, Hasmi, Tati, Hengky, dan sejumlah nama lainnya. Mereka hadir dengan cirinya masing-nasing seperti silat, roman, wayang, dan humor.

Puncak kejayaan komik Indonesia agaknya telah membuat “mabuk” para pelaku pasar perkomikan Indonesia. Kontrol terhadap kualitas komik yang dipasarkan menjadi sangat longgar, sehingga banyak kemudian bermunculan komik-komik dengan kualitas secara keseluruhan yang sangat jelek. Ini terutama ada pada komik-komik cerita HC Andersen yang dibuat oleh para komikus dadakan. Di samping gambarnya yang tidak bagus, tipografinya pun tidak memadai. Ini tidak berlaku untuk komik serupa buatan Gerdi WK.

Perlahan tapi pasti, pencinta komik Indonesai mulai berpaling. Taman bacaan yang menyewakan komik mulai sepi pengunjung, dan malahan ada yang langsung menutup usahanya itu. Para penerbit menghentikan kegiatannya karena pasar komik terlihat sudah jenuh. Para komikus tentu saja menjadi orang yang sangat terpukul oleh situasi ini. Tetapi syukurlah pada masa itu Koran dan majalah masih mau menyediakan halaman untuk di isi komik. Yan Mintaraga, Teguh Santosa, Wid NS, Hasmi, Masur Daman, Ganes TH, dan sejumlah komikus yang berkualitas lainnya, karya-karyanya masih bisa dinikmati di Koran Sinar Harapan (Suara Pembaharuan), dan majalah remaja HAI. Sementara di Bali, khususnya Koran Bali Post edisi Minggu, sempat menyediakan halaman tertentu untuk pemuatan komik dari komikus lokal.

Komik Indonesia makin terpuruk saja ketika koran dan majalah mulai menggeser ruangan dari komik. Komik lantas “tidak punya rumah” dan “tidak mampu mengontrak rumah”. Pelan namun pasti, komik Indonesia kemudian masuk ke liang kubur. Apalagi setelah masuknya manga (komik Jepang) yang memenuhi rak-rak toko buku dan kamar anak Indonesia. Malahan yang lebih memprihatinkan lagi, ada komik Jepang yang cara membacanya masih tetap dari belakang, padahal bahasanya sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Anehnya lagi para orang tua sekarang, tidak ada yang memusuhi komik.

Dewasa ini komik Indonesia boleh dikatakan sudah mati, seiring berpulangnya para kamikus seperti Yan Mintaraga, Ganes TH, SIM, Teguh Santosa, Wid NS, dan Tagus Hardjo. Boleh jadi, mereka itu adalah para “pahlawan” komik Indonesia yang pernah begitu perkasa di bumi Nusantara. Sepertinya tak ada yang merasa kehilangan, apalagi merasa berduka.


Relief Candi
Apakah komik itu? Kamik adalah sebuah buku yang berisi gambar dan tulisan (cerita). Oleh karenanya, buku yang satu ini juga dikenal dengan sebutan cerita bergambar (cergam) – sebuah cerita dirangkai pada panil-panil yang berisi gambar, tokoh-tokohnya berpikir dan berbicara melalui gelembung-gelembung yang berisi kata-kata. Namun, pada awal kehadirannya, tepatnya ketika Medan menjadi pusat perekonomian di Indonesia, tampilan komik tak seperti sekarang. Pada masa itu, para komikus tidak memakai gelembung kata, tetapi langsung menulis kata-kata yang diucapkan para tokoh, menyatu dengan kalimat lainnya.

Dilihat dari bentuknya, agaknya beberapa peninggalan sejarah masa lalu bisa dianggap sebagai cikal bakal dari komik Indonesia. Tengoklah relief yang ada pada dinding-dinding candi yang ada di Jawa. Di sana terlihat gambar-gambar ukiran dalam panil-panil yang menceritakan sesuatu. Demikian pula halnya dengan relief dan gambar yang ada di banyak pura di Bali. Juga terlihat adanya kesamaan dengan komik yang dikenal dewasa ini. Cuma dalam relief dan gambar tersebut tidak ada tulisan yang menyertai sebagai keterangan gambar.

Lukisan wayang Kamasan-pun agaknya bisa dikatakan sebagai cikal baka; perkembangan komik di Indonesia. Pada lukisan wayang Kamasan, disamping gambar, juga ada tulisan yang berfungsi untuk menjelaskan gambar. Bidang kanvas-pun sering dibagi menjadi 4-5 bidang kecil, masing-masing bidang di isi gambar dan tulisan. Gambar pada masing-masing bidang berhubungan dan menjalin sebuah cerita. Gambar pada langit-langit bangunan Kerta Gosa di Klungkung bisa jadi merupakan komik terbesar yang pernah dibuat di Bali. Pun dengan lontar-lontar yang ada di Bali, kalau dilihat dari tampilannya, bisa juga dianggap sebagai periode komik sebelum dikenal adanya kertas di Bali, dan sebelum komik dibuat menyerupai buku jilid.


Tonggak Awal
Periode Medan bisa dijadikan sebagai tonggak awal kesuksesan kimik Indonesia di negerinya sendiri. Taguan Hardjo dan Zam Nuldyn adalah dua komikus yang pantas disebut pembaru. Karya keduanya yang bertemakan cerita daerah Sumatra, terlihat sangat ilustratif. Komik karya mereka menawarkan nilai estetis yang sebelumnya terabaikan. Pada masa itu, terutama Taguan Hardjo, gaya komiknya yang sangat khas, terlihat dalam banyak komiknya ia sudah menggambar dengan memperhitungkan angel yang bervariasi. Bukan itu saja, bakat besar yang dimilikinya kemudian menghasilkan gambar-gambar yang sangat indah dan atraktif. Namun sayang, mereka tidak memiliki penerus, sehingga pada tahun 1971, penerbitan komik di Medan pun kolaps.

Kesuksesan komikus Medan lalu berlanjut ke kota-kota besar di Jawa seperti Bandung dan Jakarta, Solo, dan Surabaya. Pada masa inilah muncul nama-nama komikus Yan Mintaraga, Ganes TH, Tegus Santosa, Hans Jaladara, Djair Warni Ponakanda, Raf ZS, Hasmi, Wid NS, Rim, Sim, Zaldy, Jeffry, Usyah, Hengky, Mansur Daman, Yudah Noor, dll. Ketika itu, dua komikus wanita yang cukup produktif adalah Tati dan Wied Senja. Mereka umumnya menggarap tema roman dan silat untuk cerita komiknya. Sementara untuk tema pewayangan yang kemunculannya lebih awal guna meredam dominasi komik Barat, banyak digarap oleh Ardisoma dan RA Kosasih. Tema kocak atau dagelan banyak dikomikkan oleh Oerip, Inris, dan Sopoiku. Boom komik menyebabkan banyak kemudian bermunculan komikus-komikus baru. Ada yang berkualitas, namun lebih banyak yang tidak, terutama dari segi gambarnya. Pasar kemudian dijejali komik-komik dari cerita HC Andersen dan Grim. Ceritanya memang bagus, namun gambarnya keteteran. Pada waktu itu setiap hari selalu saja ada komik baru yang beredar di pasaran. Mungkin karena peluang pasar yang sangat menjanjikan, para penerbit dan komikus lupa untuk mempertahankan mutu komik yang akan diterbitkan. Pada akhirnya pembaca komik menjadi bosan dengan cerita yang dikarang seadanya, ditambah lagi dengan gambar yang jauh dari nilai artistik.

Kini, disaat buku komik terjemahan semacam Doraemon, Lets And Go, Detektif Conan, hingga Monika banyak beredar dipasaran, komik Indonesai justru menghilang. Kalaupun ada, komik tersebut, umumnya dipajang di tempat yang luput dari perhatian orang. Seandainya-pun ditempatkan ditempat yang bagus, jarang sekalia ada orang yang mau memperhatikan. Agaknya komik Indonesai sudah termakan kutukan masa lalu yaitu kutukan dari para orang tua yang anti-komik. Tetapi anehnya, kematian komik Indonesai justru mengawali kebangkitan komik asing di negeri ini. Walaupun komik asing belum tentu lebih bagus dan lebih bermoral dari komik buatan komikus lokal, dewasa ini jarang sekali ada orang tua yang mengutuk dan mengharamkan komik untuk dibaca oleh anak-anaknya. Ah, komik Indonesia nasibmu kini….
§ gungman

..................
Tulisan yang di unduh dari surat kabar Bali Post itu, memperlihatkan bagaimana nasib komik Indonesai dua tahun lalu. Lalu bagaimana dengan sekarang? Apakah masih seperti itu? Atau sebaliknya? Pada kenyataannya, belakangan ini rasanya mulai membaik, dari segi kehadiran komik Indonesia. Beberapa komik lama yang di re-master mulai menggeliat. Mulai menampakkan dirinya. Miskipun belum sejelas di masa lalu. Pelaku atau pengemar komik Indonesai mulai gerah, beberapa percetakanpun mulai membuka diri terhadap hadirnya komik lokal ini. Dengan semangat yang sama, demi bangkitnya kembali komik Indonesia. Hanya, mudah-mudahan saja semuanya tidak sekedar eforia atau istiah umumnya “hangat-hangat tahi ayam”....sebentar aja dingin.

Kalau dilihat dari generasi muda, minimal dilingkungan yang dapat terjangakau, penerimaan terhadap komik Indonesia masih belum begitu terasa. Entahlah apa sebabnya. Apakah sama dengan yang di ungkap pada artikel Bali Post tersebut? Entahlah. Atau karena memang budaya masyarakat kita yang memang tidak suka pada kasanah bangsa sendiri. Banyaklah contohnya. Bahasa, mereka lebih fasih berbahasa asing yang kadang lebih asing dari orang asingnya sendiri. Berpakain meniru gaya negara tertentu yang belum tentu pas dengan kondisi kita. Begitu juga dalam membaca komik, kalo bukan maga...gak mau baca. Meraka pikir manga selalu bagus. Karena itu komik dari Jepang. Atau mungkin juga kita sudah kalah propaganda oleh negara lain. Kita sedang senang dan bangga terjajah. Di segala segi. Dan mungkin juga berlaku dalam perkomikan kita dewasa ini.

Rasanya untuk dapat berbenah kita harus sadar dengan beberapa hal penting, seperti di bawah ini:

Sampaikapan hal ini akan terjadi? Sampai kita sadar! Kita-lah yang wajib menjawabnya. Maunya sampai kapan!

Untuk apa? Untuk menghargai karya anak bangsa, bangsa kita sendiri, Bangsa Indonesia.

Haruskah? YA! Demi sebuah Martabat.
Martabat? Komik gitu loh!, Sehebat itukah permasalahannya? Ya!, karena Komik bergerak di bidang seni, budaya, tingkah laku, cermin kecerdasan. Lihatlah Manga....hanya dengan lembaran-lembaran kecil itu kita bisa mengenal nama-nama daerah satu negara, ciri buda mereka, cara berpakaian mereka, imajinasi meraka, keahlian gambar mereka, yang pada kenyataannya bisa membius kita untuk terus menerus merogoh saku belanja kita untuk membelinya. Lihat juga pengaruhnya, kita meniru cara menggambar figur seperti yang mereka lakukan dan kita bangga waktu kita bisa melakukannya. Bahkan ada yang menyamarkan nama ke-Jepang-Jepang-an untuk mengarang sebuah komik biar bisa diterima di kalangan pembacanya. Apakah dengan melihat ini bukan merupakan permasalahan yang hebat.
Itu baru sebagian kecil dari hal besar yang harus dijadikan titik tolak. Yang jelas kalau kita mau, pasti kita bisa. Tidak sedikit generasi muda kita punya kemampuan yang tidak kalah dengan mereka-mereka yang dari luar sana. Yang perlu kita tiru adalah, bagaimana cara mereka bekerja, cara mereka berpromosi, cara mereka menggali ide cerita, dan cara mereka menjadikan kita jatuh cinta setengah mati. Kalau kita tidak ingin dunia komik Indonesia mati. Karena rasanya tidak ada kutukan disini.

Si Buta Dari Goa Hantu :: Misteri di Borobudur

Judul : Misteri di Borobudur
Katagori : Cerita Silat
Pengarang : Ganes TH
Sampul : Ganes TH, G. Santosa, Erwin Prima Arya
Penerbit : Pustaka Satria Sejati
Ukuran : 15 cm X 20,5 cm
Tebal : 126 Halaman

Dicetakan pertama kali tahun 1967
Cetak Ulang Re-master: Oktober 2005







“Tuhan telah menciptakan jalan ini untuk ku tempuh, langit tempatku bernaung, pohon tempatku meneduh dari terik sang mentari dan hujan. Aku berada di mana-mana. Itulah duniaku...!”

Sebait kata yang diucapkan oleh Barda Mandrawata, Si Buta Dari Goa Hantu. Kata-kata penutup dari kisah awal perjalanan panjang ini. Kata-kata yang menghiasi panel halaman terakhir dari seri pertama Si Buta Dari Goa Hantu. Kata-kata yang mewakili “takdir”-nya sebagai seorang petualang, pembela kebenaran. Dan kata-kata ini pulalah yang menghiasi halaman pertama dari edisi kedua yang berjudul Misteri di Borobudur.

Candi Borobudur, candi yang megah itu, yang sudah terkenal diseluruh dunia, kekayaan yang tak ternilai dari bangsa ini, menjadi setting kisah ini. Seperti halnya Borobudur itu sendiri yang merupakan sebuah harta warisan, dan harta warisan yang ditanam dan disimpan dekat candi megah inilah yang menjadi pangkal cerita kali ini. Harta warisan yang seharusnya membahagiakan generasi penerusnya, kini menjadi bencana akibat keserakahan. Ini juga bisa menjadi cermin bagi kita untuk bisa bersikap yang lebih afir akan harta warisan yang telah kita miliki. Supaya dapat menjadikan kebahagiaan bagi generasinya. Sebuah kisah yang sarat akan pesan.

Penghianatan, cinta segi tiga, dan penghalalan segala cara, untuk mencapai tujuan, menjadi alur utama kisah ini. Bagai sebuah labirin. Berliku, penuh misteri. Banyak tokoh terlibat. Dua generasi. Dengan cinta segi tiga. Dendam dan harta.

Dalam kisah ini, ada satu alur utama, harta warisan Raden Mas Bimo Adirekso. Dalam perjalanan perebutan harta warisan ini, timbul rangkaian penghianatan. Karakter tokoh yang kadang tak terduga selalu menghiasi karya Ganes TH ini. Jangan pernah menyimpulkan sesuatu, sebelum selesai membaca sampai pada halam terakhir.

Kepiawaian Ganes TH dalam merangkai kisah, terlihat jelas dalam episode ini. Dia tidak hanya sekedar menjadikan Candi Borobudur sebagai setting semata. Tapi sekaligus menjadikannya sebagai kunci dan sekaligus saksi bisu sebuah keserakahan manusia. Tanpa Borobudur maka dalam kisah ini harta itu tidak akan ditemukan. Kuncinya adalah Borobudur itu sendiri. Penautan kisah yang cerdik. Sehingga dalam kisah ini keberadaan Candi Borobudur memang menjadi bagian dari cerita. Bukan hanya sekedar pemanfaatan ketenaran situs itu saja.

“Hidup adalah bagian gumpalan mega....
Kadang berkumpul, bercerai, dan berkumpul kembali....”

Satu lagi pesan indah yang disampaikan oleh Ganes TH lewat karekter Si Buta Dari Goa Hantu, sebagai penutup panel halaman terkahir. Pesan yang bisa menjadi renungan bagi kita. Begitulah Ganes TH kadang seringkali menyelipkan pesan-pesan indahnya dalam tiap karyanya.

Dalam edisi ini, dilengkapi pula dengan sambutan dari Djair Warni (pencipta “Jaka Sembung”). Adapula komentar-komentar singkat dari: Arswendo Atmowiloto, dan Hans Jaladara. Buku ini ditutup dengan komentar dari Herry Topan produser/sutradara film yang pernah mengangkat kisah Si Buta Dari Goa Hantu ke layar kaca. Dan buku ini semakin lengkap dengan ditampilkannya beberapa photo yang diambil dari film layar lebar yang di bintangi oleh Ratno Timoer.

Hanya saja, untuk edisi ini, rasanya dari segi cover masih kurang menarik, terasa saling tumpang tindih. Pengambilan momennya-pun rasanya kurang pas, karena jika kita membacanya secara keseluruhan ada beberapa alternatif momen yang sangat bagus untuk dijadikan cover yang bisa juga mewakili jalan ceritanya. Momen dimana saat Barda Madrawata terpekur kelelahan diantara asap belerang (panel 1, halaman 75) dengan catatan sudut pandangnya dirubah dari depan.



Momen lainnya yang bagus adalah, ketika Si Buta Dari Goa Hantu sedang menyangga dua tubuh dengan kelelahan sehingga sampai tersimpuh diantara bara dan asap belerang (panel 2, halaman 67), dan untuk yang ini bisa dibuat lebih dramatis dengan meletakkan dua tubuh itu terkulai di samping kanan dan kiri Barda yang sedang tersimpuh.





Alternatif berikutnya adalah, ketika Barda Mandrawata berdiri lesu di sisi stupa candi Borobudur sementara pada latar depan tampak tubuh Sekar Ningsih duduk bersandar di salah satu stupa lainnya yang sedang menatap Barda dengan penuh keheranan (panel 1, halaman 82).


Semua momen ini bisa menjadi pilihan karena hampir sama-sama menunjukkan misteri...keganjilan...”ada apa dengan Barda?”, cuma memang butuh sentuhan lagi disana-sini, begitulah kira-kira perasaan saat melihat momen-momen itu. Tapi semuanya kembali berpulang pada tim kreatifnya. Bagaimana mereka melihat sisi yang pas untuk sebuah cover.

Terlepas dari semua itu, episode ini tetap menawan untuk di baca dan layang menjadi koleksi bagi penggemar komik anak negeri.

Sabtu, 07 Juli 2007

Si Buta Dari Goa Hantu

Judul : Si Buta Dari Goa Hantu
Katagori : Cerita Silat
Pengarang : Ganes TH
Sampul : Erwin Prima Arya
Penerbit : Pustaka Satria Sejati
Ukuran : 15 cm X 20,5 cm
Tebal : 128 Halaman

Dicetakan pertama kali tahun 1967
Cetak Ulang Re-master I : Januari 2005
Cetak Ulang Re-master II: Maret 2005



Episode ini berseting kurang lebih seabad yang telah lampau (demikian tertulis pada narasi panel pertama halaman pertama dari komik Si Buta Dari Goa Hantu ini).

Pada episode pertama ini terbagi dalam 2 bagian, meskipun terjilid dalam satu buku, dengan jumlah halaman tiap bagiannya 64 halaman. Jadi secara keseluruhan berjumlah 128 halaman.

Edisi ini, disertai sebuah kata sambutan dari penerbit yang bertemakan “Seuntai Pengantar” yang isinya kurang lebih; sebagai pemberitahuan atas telah terbitnya kembali komik Si Buta Dari Goa Hantu ini. Dilengkapi juga dengan pemberitahuan persiapan akan penerbitan cerita selanjutnya. Dalam tulisan pengantar tersebut dikatakan bahwa seri “Misteri Di Borobudur” dan Banjir Darah Di Pantai Sanur” telah disiapkan penerbitannya.

Pada halaman berikutnya, dilengkapi dengan sebuah kata sambutan oleh tokoh budayawan kita yang sudah terkenal dalam bidangnya yaitu; Arswendo Atmowiloto. Dalam sambutan tersebut disampaikan sedikit mengenai keistimewaan seorang Ganes TH dari sudut pandangnya, juga harapan akan manfaat hadirnya kembali tokoh komik yang merupakan aikon komik Indonesia di masa lalu : Si Buta Dari Goa Hantu.

Di bagian akhir halam, disertakan “Profil Ganes TH dalam Kenangan”, yang menceritakan perjalanan proses kreatif, pendidikan serta sedikit suka duka sosok yang bernama Ganes TH. Juga imbas dari kesuksesan Si Buta Dari Goa Hantu pada masa itu. Diakhiri dengan kabar keberpulangan sang maestro komik Indonesia ini.

Sampul penutup tak juga kosong, karena dimanfaatkan untuk mencantumkan “Daftar Judul Serial Si Buta Dari Goa Hantu”. Pada sisi luar sampul tersaji komentar singkat dari Arswendo Atmowiloto dan Hans Jaladara (pencipta “Panji Tengkorak”).


JILID 1:

Diawali dengan hadirnya sosok tokoh yang memberi bantuan pada seorang laki-laki yang sedang memanggul seorang anak di bahunya, yang sedang kesulitan mencari jambu.

Panel kemudia berpindah tempat. Dialog antara Barda Mandrawata dengan Marni Dewanti yang sedang lewat untuk menuju sawah bapaknya yang sudah siap menunggu untuk makan siang. Dua orang ini adalah sepasang kekasih yang sudah berencana untuk segera menikah.

Panel berpindah lagi pada Marni Dewanti yang sedang beristirahat bersama ayangnya yang bernama Gandra Lelajang, untuk makan siang. Tiba-tiba saja mereka diusik oleh seorang buta yang tanpa alasan yang jelas, langsung mengganggu mereka. Berakhir dengan tragedi terbunuhnya dua orang ini, Marni Dewanti dan ayahnya.

Berselang setelahnya, saat penduduk yang kebetulan lewat di lokasi pembunuhan, melihat sosok Marni Dewanti dan ayahnya sudah meninggal. Para penduduk tersebut sempat mengejar si pembunuh dan terjadilah pertarungan yang tidak seimbang. Para penduduk yang jumlahnya lebih banyak itupun akhirnya terbunuh. Tinggal satu orang yang sengaja dibiarkan hidup untuk dititipi pesan oleh orang buta itu. Pesannya adalah tantangan pada guru perguruan Elang Putih untuk bertarung dilembah Jagat Pangeran. Saat itu pulalah orang buta sakti itu memperkenalkan namanya sebagai Si Mata Malaikat. Rupanya ini adalah awal dari kisah panjang Si Buta Dari Goa Hantu.

Perguruan Elang Putih adalah milik Paksi Sakti Indrawatara, ayang Barda Mandrawata, kekasih Marni Dewanti yang terbunuh oleh Si Mata Malaikat. Dari sini kemudian cerita mengalir cepat sampai terbunuhnya Paksi Sakti Indrawatara ayah Barda. Atas kekecewaan tersebut dan karena sadar akan kemampuannya sendiri, akhirnya Barda Mandrawata mengungsikan diri dari desanya untuk kemudian melatih diri dalam pengasingannya.

Di sisi lain, Mata Malaikat menguasai perkampungan dan melakukan pembantaian terhadap sisa-sisa murid perguruan Elang Putih. Dalam pengasingan Barda terus melatih diri, bahkan sampai mengalami proses keputusasaan yang luar biasa. Yang lebih mengejutkan lagi adalah keputusannya untuk membutakan matanya. Apa alasannya?!, temukannlah jawabannya dalam buku komik yang menawan ini.

Cerita terus mengalir cepat, penuh misteri yang hanya terjawab diakhir cerita. Bagian satu ini.


JILID 2:

Pada panel pertama telah disuguhi dengan keteganag puncak. Barda Mandrawata terjatuh kedalam jurang yang sangat dalam, akibat dari pertarungan yang diuraikan pada Jilid 1. Pada jilid 2 inilah diceritakan proses penemuan baru, seorang Barda Mandrawata, yang kemudian dikenal dengan Si Buta Dari Goa Hantu.

Dalam Jilid 2 ini, lahir sosok baru dari Barda Mandrawata yang bergelar Si Buta Dari Goa Hantu dengan pakaian khasnya dari kulit ular. Di jilid 2 ini pula diceritakan pertemuan Barda dengan seekor lutung yang kemudian terkenal bernama Kliwon.

Musuh-musuh yang dihadapi bertambah hebat. Pertempuran semakin seru. Kisahnya semakin mendebarkan. Dan diakhir bagian ke dua ini merupakan titik awal petualangan Barda Mandrawata….Si Buta Dari Goa Hantu.

Cerita komik ini sangat enak untuk dibaca. Semua karena coretan kas Ganes TH yang sangat istimewa. Pengetahuan anatomi yang sempurna. Dengan goresan yang tegas tapi berkarakter. Belum lagi unsur pencahayaan “shadowing” yang sangat pas! Disinilah terlihat kwalitas gambar Ganes TH. Kelebihan lainnya adalah dari segi pengambilan sudut pandang. Tiap panelnya menyajikan sudut-sudut yang istimewa, kadang sudut pandangnya tak terduga. Rasa-rasanya tiap frame yang ditampilkan seperti sebuah kamera yang sedang merekam tiap kejadiannya. Kadang sudutnya begitu sempit, tiba-tiba melebar. Tak jarang pengambilan sudut pandang dari atas yang menimbulkan kesan suasana sekitar kejadian dan posisi masing-masing karakter yang sedang terlibat atau bahkan dari bawah sehingga tokoh-tokohnya terlihat gagah-megah. Long shot dan Close Up –nya pun terasa sempurna. Selalu sesuai dengan momen tertentu yang sedang terjadi.

Bukan hanya itu keistimewaan yang dimiliki oleh Ganes TH. Karena kekuatan ceritanya begitu terjaga dari awal sampai akhir. Tidak berkesan terburu-buru atau diperlambat. Semua seperti normal saja. Berjalan dan mengalir begitu saja. Misteri diawal, lalu cerita mengalir dalam proses penyelesaian, dan misteri terungkap diakhir cerita.

Makanya, bagi pecinta komik anak negeri, rasanya komik Si Buta Dari Goa Hantu yang merupakan episode awal dari petualangan Barda Mandrawata, rasanya menjadi layak sebagai wajib baca dan koleksi. Demi bangkitnya kembali Komik Indonesia.

Selamat membaca! Sambil menunggu kelanjutan kisanya.